Ekspor Minyak Sawit Tidak Termasuk Bursa Berjangka

JABAR EKSPRES – Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Farid Amir, mengungkapkan bahwa ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka komoditi akan mengatur hanya CPO dengan kode HS 15111000 dan tidak mencakup produk turunannya.

Menurut Farid, keputusan ini diambil karena volume ekspor CPO atau minyak sawit tersebut tidak terlalu besar, sehingga implementasinya tidak akan menimbulkan gangguan yang signifikan.

“Selain itu, hanya Eksportir Terdaftar (ET) yang berhak melakukan ekspor, dengan syarat memiliki Hak Ekspor (HE) yang diperoleh melalui pemenuhan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO,” ujar Farid dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Farid menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam proses bisnis kebijakan ekspor CPO atau minyak sawit melalui bursa berjangka.

Dalam kebijakan ini, terdapat satu langkah tambahan sebelum eksportir melakukan ekspor CPO, yaitu harus melakukan transaksi di bursa berjangka dan mendapatkan bukti pembelian CPO dari bursa. Bukti pembelian ini akan digunakan dalam proses penerbitan Persetujuan Ekspor (PE).

Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Olvy Andrianita, menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Pasar Fisik untuk Ekspor CPO akan mengatur tata kelola bursa CPO, lembaga kliring CPO, serta persyaratan izin untuk bursa CPO dan lembaga kliring CPO.

Peraturan tersebut juga akan mengatur prosedur perdagangan di bursa CPO, mekanisme pengawasan oleh Bappebti dan bursa CPO, serta penyelesaian sengketa dan keadaan force majeure.

Sementara itu, Peraturan Tata Tertib (PTT) untuk ekspor CPO melalui bursa berjangka akan mencakup ketentuan teknis yang lebih rinci, termasuk persyaratan dan prosedur penerimaan peserta penjual/pembeli, hak dan kewajiban peserta penjual/pembeli, biaya jaminan transaksi, mekanisme pengawasan, mekanisme penyerahan fisik CPO, dan keadaan force majeure.

“Dalam proses ini, ketiga kebijakan dan ketentuan teknis tersebut harus menyelaraskan dan saling mendukung, sehingga perlu mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan. Kebijakan ekspor CPO juga harus sejalan dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan CPO di dalam negeri, agar tidak memberatkan pelaku usaha,” kata Olvy.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan