Indonesia dan Malaysia Sepakat Tepis Isu Negatif Minyak Sawit di Pasar Global

JAKARTA – Masalah minyak sawit menjadi pembahasan serius antara pemerintah Indonesia dan pemeritah negara Malaysia.

Pembahasan Minyak Sawit digelar dalam pertemuan 9th Ministerial Meeting Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) itu, diwakili menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Zuraida Kamaruddin.

Menko airlangga mengatakan, saat ini harga komoditas Minyak Sawit terus meningkat. Meski begitu kenaikan harga ini menciptakan peluang emas bagi negara produsen untuk mendukung perbaikan ekonomi.

Pada 2021, nilai ekspor minyak sawit mencapai US$29 miliar. Nilain ini meningkat 115% jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Indonesia sedang dalam proses memfinalisasi sertifikasi rantai pasok minyak kelapa sawit downstream.

Namun saat ini tengah berkembang tren kebijakan yang diskriminatif terhadap minyak sawit. Hal ini berdampak sangat merugikan bagi produsen minya sawit.

‘’Negara CPOPC harus mengambil peran pentingnya untuk mendukung dan menjaga kepentingan bersama,” ujar Menko Airlangga dalam keterangannya Sabtu (4/12).

Pada pertemuan itu dibahas juga tentang perspektif negara anggota mengenai market outlook, kenaikan harga, kestabilan harga, dan program mandatori Biodiesel (B30).

“Oleh karena itu, perlu kerja sama dan kolaborasi antara negara produsen (CPOPC),” tutur Menko Airlangga.

Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan negara-negara anggota setelah meeting kali ini. Pertama, kedua negara anggota sudah menyetujui Protokol untuk Mengubah Piagam (Protocol to Amend) CPOPC.

Selain itu. Negara-negara CPOC harus melakukan prosedur ratifikasi dalam proses internal masing-masing negara. Anggota yang akan datang juga harus meratifikasi protokol tersebut sebelum diizinkan bergabung.

Anggota yang masuk akan memperkuat organisasi CPOC dan meningkatkan upaya kami untuk mempromosikan pengembangan kelapa sawit berkelanjutan secara global.

‘’Ke depannya, Sekretariat akan diperkuat, dari yang tadinya dipimpin oleh Direktur Eksekutif akan ditingkatkan menjadi Sekretaris Jenderal,” ucap Menko Airlangga.

Kedua, CPOPC harus membuat roadmap yang jelas untuk menarik negara-negara prioritas menjadi anggota CPOPC sesuai kriteria yang tercantum dalam Protocol to Amend. Sekretariat CPOPC harus menyiapkan laporan kemajuan dalam isu keanggotaan ini.

“Perluasan keanggotaan harus menjadi salah satu key performance indicators di 2022,” ujar Menko Airlangga.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan