Jordan Susanto Gambarkan Hubungan Toxic dalam Single Cherry

JABAR EKSPRES- Penyanyi Jordan Susanto berusaha untuk menggambarkan kiasan dari hubungan yang tidak sehat dan manipulatif dalam single terbarunya yang berjudul “Cherry”, yang ia tampilkan di panggung Java Jazz Festival 2023.

Melalui pernyataan resmi yang diterima di Jakarta pada hari Selasa, Jordan menyatakan bahwa ia memilih judul “Cherry” karena ia tertarik untuk menulis lagu dengan judul berdasarkan nama seorang wanita.

“Selalu ada minat dalam diri saya untuk menulis lagu dengan judul yang mengambil nama seorang wanita. Seperti Layla (Derek & The Dominoes/Eric Clapton), Valerie (Amy Winehouse/The Zutons), atau Mandy (Barry Manilow). Dan salah satu teman saya memiliki nama yang cocok untuk dinyanyikan,” jelas Jordan.

Adapun cerita dalam lagu tersebut, kata Jordan, hanya merupakan fiksi belaka.

“Jika dikaitkan dengan perasaan, lagu ini seperti rasa Cherry, jadi sangat cocok,” tambahnya.

“Cherry” diceritakan dari sudut pandang seorang pria protagonis, yang sangat terpesona oleh seorang wanita (Cherry), saat mereka berada dalam staycation di sebuah kamar hotel.

Namun, momen manis yang singkat tersebut menjadi terlalu lama dan sang protagonis mulai merasa tidak nyaman karena Cherry selalu memaksa sang protagonis untuk tetap tinggal di tempat bersamanya.

Hal-hal tersebut merupakan kiasan dari hubungan yang manipulatif dan beracun.

“Cherry” ditulis oleh Jordan Susanto sendiri dan diproduseri oleh Taufan Wirzon. Jordan Susanto menyanyikan seluruh vokal dan memainkan gitar, dengan bantuan Yoseph Sitompul di wurlitzer electric piano, Deska Anugrah di drum, Georgie Tanasaleh di perkusi, dan Taufan Wirzon di fender bass.

“Cherry” terinspirasi oleh nuansa groovy dari Motown Records dan Stax Records, dua raksasa musik dalam genre Soul pada era tahun 60-70an di Amerika Serikat, serta gaya melodi dan penulisan lagu yang diperkenalkan oleh duo Lennon-McCartney dari The Beatles.

Dalam single terbarunya ini, Jordan Susanto menggabungkan unsur-unsur modern dan vintage. Di sisi modern, Jordan menggunakan teknik produksi layering, sementara di sisi vintage, ia menggunakan peralatan rekaman analog.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan