JABAR EKSPRES, BANDUNG – Kasus kekerasan terhadap anak masih kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Merujuk data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), ada 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada 2022 lalu.
Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tetapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi.
Peneliti Pusat Riset Gender dan Anak Unpad, Antik Bintari mengatakan, terkait perkara pelecehan seksual pada anak masih kerap terjadi akibat kurang terintegrasinya aturan.
“Undang-Undang Perlindungan Anak itu (pasalnya) banyak, tapi tidak pernah terintegrasi,” kata Antik kepada Jabar Ekspres melalui seluler belum lama ini.
Antik menilai, agar sistem perlindungan anak bisa bergerak maksimal, perlu ada ketegasan terkait sistem aturan.
“Kita gak bisa mengandalkan orang kasih sosialisasi saja, tapi kita juga harus ada upaya membaca. Masalahnya literasi di kita masih (tergolong) rendah,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Antik menegaskan perlunya diintegrasikan dengan sistem aturan terkait perlindungan anak.
Tujuannya supaya penerimaan serta pemahaman bisa dengan cepat diaplikasikan, baik oleh pemerintah sendiri maupun masyarakat.
“Pada dasarnya saya melihat pemenuhan hak anak ini belum jadi prioritas dan belum fokus,” ucapnya.
Antik menilai, pemerintah mempunyai peran cukup besar, untuk memacu terhadap aturan yang sudah ada, terutamanya ketika sudah diinstruksikan oleh kepala atau pimpinam daerah.
“Isu anak, isu perempuan, isu kekerasan ini selalu dipandang sebelah mata. Seolah-olah ini bukan isu strategis,” imbuhnya.
Antik menerangkan, apabila melihat setiap visi di berbagai kabupaten/kota atau provinsi, selalu membahas mengenai tujuan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Menciptakan SDM yang seperti apa, membangun manusia yang seperti apa. Lupa yang dinamakan membangun manusia itu kita harus berprespektif terhadap pemenuhan hak anak,” terangnya.
Antik menjelaskan, pemenuhan hak anak itu merupakan bagian penting dari tujuan membangun manusia, sebab anak-anak nantinya akan menjadi SDM di setiap daerah yang ada seluruh Indonesia.
“Anak-anak itu SDM mereka juga, bukan berarti memikirkan tenaga kerja saja. Itu yang menurut saya masih sering abai,” jelasnya.