Selain itu Presiden KSPSI menerangkan, tuntutan lainnya adalah tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
“RUU Kesehatan mengancam, dokter asing melakukan praktik tanpa rekomendasi dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” terangnya.
“Kemudian turun biaya. Nanti kita BPJS misalkan operasi jantung Rp 100 juta, kita diminta bayar Rp 50 juta dan BPJS bayar Rp 50 juta. Yang untung rumah sakit,” lanjut Said.
Presiden KSPSI yang sekaligus menjadi Presiden Partai Buruh itu juga menegaskan, agar pemerintah mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2003.
Adapun Permenaker Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Di dalam aturan itu disebutkan bahwa industri padat karya diizinkan untuk memberikan upah kepada pekerjanya sebesar 75 persen.
Dengan kata lain, perusahaan mempunyai celah untuk memotong upah pekerja sebesar 25 persen.
“Hanya pemerintah Indonesia dan menteri-menteri terkait yang paling aneh di dunia ini. Naik gaji 4 persen, dipotong upah 25 persen,” tegas Said.
“Menteri saja yang dipotong upahnya. Coba menteri mau tidak kalau dipotong upahnya, jangan hanya buruh yang dipotong upah,” tambahnya.
Said menantang supaya insentif para menteri tutut dilakukan pemotongan. Dia mencontohkan potongan upah bagi menteri 50 persen seperti di negara Brasil.
“Kemudian hapus outsourcing. Bilamana keadilan tidak kami dapatkan, kami akan minta Gubernur Jawa Barat dan pimpinan DPRD (Jabar) mengeluarkan surat rekomendasi,” jelasnya.
“Isinya hanya satu. Rekomendasi ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia dan pimpinan DPR RI, cabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja,” pungkas Said ketika di depan Gedung Sate. (bas)