90 Perpustakaan Desa di Bandung Barat Tak Aktif

JABAR EKSPRES – Keberadaan perpustakaan desa tanpa dukungan anggaran serta sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor utama keberadaan perpusdes tidak aktif.

Tentu hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan literasi dan membuat Kabupaten Bandung Barat (KBB) bebas buta huruf.

Tercatat dari 165 desa di Kabupaten Bandung Barat, hanya 70 desa yang memiliki perpusdes. Bahkan, dari puluhan desa yang memiliki perpustakaan ini pun tidak semuanya aktif.

BACA JUGA: Cegah Penyakit LSD, Dispernakan KBB Lakukan Pengawasan dan Mitigasi Hewan Kurban

Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Bandung Barat, Heri Partomo mengatakan, dari 70 perpustakaan desa, hanya sekitar 70 persen yang aktif.

“Betul sudah memiliki perpusdes, itupun dari 70 perpusdes yang aktif sekitar 70 persennya yang aktif. Akan tetapi, ada juga perpusdes aktif yang belum terverifikasi oleh Disarpus seperti Perpusdes Cikole,” kata Heri kepada saat ditemui, Rabu (7/6/2023).

Menurutnya, keberadaan perpusdes itu sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Desa dan Pengembangan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Pembangunan Dana Desa.

“Selain itu dukungan dari pemerintah desa untuk pengembangan perpusdes memang dibutuhkan. Apalagi, anggaran dari pemerintah daerah terbatas,” katanya.

Meski demikian, lanjut Heri, pihaknya sudah mengajukan corporate social responsibility (CSR) melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) untuk pendirian 90 perpustakaan digital di desa yang belum memiliki perpusdes.

Harapannya setiap desa mendapat bantuan anggaran sebesar Rp100 juta yang digunakan untuk pengadaan barang dan buku. Dengan demikian anggaran yang diusulkan totalnya mencapai Rp9 miliar.

“Kami juga menyadari anggaran di desa terbatas, makanya kami mencoba ke Kementerian ESDM untuk mendirikan perpustakaan digital di 90 desa yang belum memiliki perpusdes,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut Heri, minat baca masyarakat di KBB masih cukup tinggi. Terutama untuk jenis bacaan teknologi tepat guna, seperti menyangkut budidaya tanaman, peternakan, perikanan, dan sebagainya.

“Walaupun sekarang zamannya digitalisasi, dimana segala informasi dan bacaan tinggal dicari melalui handphone, tapi minat baca pada buku bacaan masih cukup bagus. Oleh karena itu, berbagai jenis buku bacaan tetap dibutuhkan untuk menambah koleksi bacaan di perpusdes,” sebut Heri.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan