Bandung Tanpa Wali Kota, Roda Pemerintahan Mandek? Begini Kata Pengamat!

Jabar Ekspres – Kota Bandung saat ini tak memiliki sosok wali kota pasca terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK kepada Yana Mulyana, akibat dugaan penyalahgunaan anggaran proyek smartcity. Diketahui, kekosongan wali kota juga pernah terjadi saat berpulangnya almarhun Oded M. Danial.

Selanjutnya, Yana dilantik pada April 2022 sebagai Wali Kota Bandung secara definitif, setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bandung.

Yana diamanahi kurang lebih satu tahun hingga sisa bakti, di periode 2018-2023. Namun, sebelum masa jabatan berakhir, mantan orang nomor satu di Kota Bandung itu terpaksa harus merasakan dinginnya jeruji besi.

Saat ini, Kota Bandung dipimpin oleh seorang Pelaksana Harian (Plh) yakni Ema Sumarna yang sebelumnya menjabat sebagai Sekda Kota Bandung.

BACA JUGA: Bandung Tanpa Wali Kota

Lalu bagaimana roda pemerintahan dipimpin oleh seoarang Plh, akan optimal atau justru mandek? Begini pandangan Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan saat dikonfirmasi Jabar Ekspres.

Menurut Firman, asumsi masyarakat terhadap Kota Bandung yang tidak memiliki sosok wali kota, memang benar terjadi.

Firman menjelaskan, meskipun saat ini sudah ada Plh wali kota, namun kepemimpinanya dinilai jauh berbeda dengan wali kota definitif.

“Karena Plh itu memiliki keterbatasan kewenangan, bahkan tidak bisa mengambil kebijakan-kebijakan strategis. Dan dari secara kewenangan pun, dia punya keterbatasan sehingga wajar jika ada pandangan Bandung tidak punya wali kota,” ujarnya, baru-baru ini.

Firman mengungkapkan, wali kota definitif dinilai memiliki peran yang cukup besar terkait dengan kepercayaan publik. Sebab kata dia, secara psikologis politik, bahwa wali kota definitif dipilih langsung oleh rakyat.

“Ini sangat berbeda dengan Plh, karena bagaimanapun dengan segala keterbatsan kapasitas yang dimiliki Pak Ema hari ini, karena dia bukan orang yang dipilih langsung oleh rakyat, jadi Plh ini tidak bisa seperti pejabat yang dipilih langsung oleh warga,” ungkapnya.

Sehingga, kata dia, kebijakan atau aturan-aturan di Kota Bandung terlihat normatif atau biasa saja.

“Jadi itulah yang membatasi ruang (Plh),  sehingga terlihat normatif apa yang dilakukannya. Tetapi itu tidak bisa disalahkan, karena itu tadi dengan memiliki keterbatasan yang dilakukan oleh Plh makanya dia tidak bisa berinovasi,” ucapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan