Sepakbola Indonesia: Eksposur Tinggi Dan Terlalu Seksi Untuk Kontestasi Politik

Sepakbola tidak bisa dicampur aduk dengan politik. Namun, itu rasanya terlalu sulit untuk dilakukan.

Kita tahu, bahwa FIFA juga menerapkan standar ganda untuk kasus Russia-Ukraina. Tapi, haruskah itu kita jadikan sebagai pembelaan? Sepertinya tidak.

FIFA melakukan banned terhadap Russia karena desakan negara Eropa yang mayoritas menolak bermain dengan Russia. Selain itu, UEFA juga mendesak FIFA agar memberikan sanksi kepada Rusia sehingga seperti  keadaan saat ini.

BACA JUGA: Tentara Israel Menembakan Gas Air Mata ke Stadion Saat Laga Piala Liga Palestina, FIFA Standar Ganda?

Jangan naif, Indonesia juga melakukan standar ganda. Politik tetap masuk ke dalam sepakbola.

Ketua Umum PSSI saat ini, Erick Thohir juga seorang menteri BUMN. Wakil Ketua Umum PSSI, Zainuddin Amali menjadi seorang komisaris di salah satu bank BUMN. Para Exco PSSI pun ada yang menjadi anggota partai.

Jadi, sebelum berteriak keluar, sebaiknya kita lihat dulu bagaimana bobroknya sepakbola Indonesia. Ini adalah momen yang sangat tepat untuk memulai perbaikan tersebut.

Dengan menerima Israel di Indonesia, apakah bakal membuat perjuangan Indonesia untuk membela kemerdekaan Palestina bakal luntur? Jelas tidak.  Indonesia bakal tetap mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina apapun keadaannya.

PM Palestina, Mohammad Shtayyeh memberikan statement bahwa mereka tidak keberatan dengan kedatangan Israel ke Indonesia. Mereka yakin bahwa Indonesia bakal tetap memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

BACA JUGA: Israel National Team Will Continue to Play in the U-20 World Cup

Mau dikata apalagi? Nasi sudah menjadi bubur. Mimpi yang sudah dipatahkan tidak dapat pulih seperti semula. Indonesia kehilangan Piala Dunia U-20 ini dan harus merelakannya ke tangan Argentina.

Eksposur besar yang diimpikan gagal diraih hanya karena ulah beberapa pihak yang lebih mementingkan golongan daripada khalayak ramai.

Sepakbola Indonesia memang terlalu seksi dan memiliki eksposur yang tinggi bagi pihak yang ingin ikut kontestasi politik. Bagaimana sepakbola Indonesia akan sehat jika terus dipakai untuk kontestasi seperti itu? (*)

 

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan