Semen Drum

edi hartono

M. Abduh dulu pernah menulis: “Aku pergi ke negara barat, kudapati islam namun tidak kulihat muslim. Sebaliknya aku ada di timur, kudapati banyak muslim, tetapi tidak kulihat islam.” Aku di sini, di negara yg mengutamakan asas gotong royong, tetapi tidak kulihat gotong royong di sini, terjadi sporadis saja, sesekali saja, tidak berkelanjutan, tidak menghasilkan perubahan mendasar. Aku baca Disway, tentang negara komunis, kutemukan gotong royong di sana, dilaksanakan nyata di sana, menghasilkan karya besar di sana, memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Apa itu gotong royong. Sebagian tentu setuju dengan contoh ini: satu desa membangun jalan dan semua warga datang gotong royong. Itu benar, gotong royong juga, grubyak-grubyuk, bareng2, rame2, pekerjaan selesai. Namun alangkah lebih produktifnya gotong royong jenis Wenzhou itu. Ada spesialisasi, menghasilkan manusia2 berketerampilan tinggi, hasilnya adalah produktivitas tinggi yg berkelanjutan, ujungnya adalah kesejahteraan bagi masyarakatnya. Semoga pak camat dan pak lurah se-Indonesia membaca ini dan terinspirasi melaksanakan ini di wilayahnya masing2. Setan bertanduk merah berbisik2: “What? Ngimpi Lu? Jangan berharap. Jabatan kan sebentar saja. Sebentar lagi habis masa jabatan, modal nyalon belum balik. Mikirin balik modal dulu lah. Lagian kalau itu berhasil yg enak yg dapat jabatan selanjutnya dong? Lebih baik persiapan buat pilihan selanjutnya saja lah, biar terpilih lagi.” wkwk

Mirza Mirwan

Qilái!búyuàn zuò núlì de rénmen Bã women de xièròu zhùchéng xīnde chéngcheng Zhōnghuá mínzú dào le zìer wēixiăn de shíhòu Měige rén bèipòzhe fāchù zùihòude hôushēng Qilái! Qilái! Qilái! ….. Sepuluh hari yang lalu, 16/10, Si Kecil (putri saya) tertawa tergelak-gelak bersama adik sepupunya ketika saya ikut menyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok, waktu nonton siaran langsung pembukaan Kongres Nasional PKT ke-20 lewat CGTN. Saya memang hapal lagu kebangsaan berbagai negara. Tetapi yang, menurut saya, liriknya begitu “menggugah” adalah “anthem” milik Tiongkok. Sayangnya, di zama Mao Zedong, lagu kebangsaan itu disalahgunakan untuk mengkultuskan dirinya, terutama zaman Revolusi Kebudayaan. Untunglah, sejak era Deng Xiaoping dan seterusnya, sampai sekarang, lagu kebangsaan tersebut benar-benar digunakan untuk memotivasi rakyat Tiongkok untuk bersama pemerintah membangun Tiongkok. Coba perhatikan lirik yang saya kutip di atas; Bangkitlah wahai kalian yang tak mau diperbudak! Dengan darah dan daging kita bangun tembok-besar kita yang baru Bangsa Tiongkok sudah sampai di masa tergentingnya Setiap orang harus mrngeluarkan teriakan terakhirnya Bangkit! Bangkit! Bangkit! ……

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan