JAKARTA – Untuk mengembangkan tanaman Sorgum, Kementerian Pertanian berencana akan memperluas lahan Sorgum di 11 provinsi.
Nusa Tenggara Timur akan menjadi provinsi utama dengan luas pengembangan tanaman sorgum terbesar.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Muhammad Ismail Wahab menjelaskan, pada 2023 luas lahan sorgum di Provinsi NTT diproyeksikan sebesar 25.000 hektare dari total luas sorgum 115.000 hektare.
Sisanya, tersebar di Provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Dengan luasan sebesar itu, kata Ismail, diproyeksikan bisa diproduksi sorgum 96.540 ton.
“Pulau Sumba akan dijadikan sentra sorgum di NTT dengan rencana penanaman seluas 25.000 hektare,” kata Ismail keterangannya, Selasa, (11/10).
Saat ini, kata Ismail, luas lahan sorgum di NTT mencapai 3.447 hektare. Terluas di Indonesia. Ia mengestimasi, dengan produktivitas sebesar 3 ton per hektare produksi sorgum NTT tahun ini sebesar 11.470 ton.
Ismail memperkirakan, dari lahan seluas 115 ribu hektare pada 2023 akan dihasilkan sorgum sebesar 444.084 ton.
Nilainya setara Rp1,776 triliun. Di tahun 2024, luas tanam terus ditambah menjadi total 150.000 hektare dengan proyeksi produksi sorgum sebesar 579.240 ton.
Sorgum, jelas dia, amat cocok dikembangkan di Tanah Air. Selain potensi lahan pengembangan sorgum yang masih sangat luas, juga ada dukungan pemerintah seperti NTT yang mendorong tiap kabupaten menanam sorgum serta masyarakat sudah familiar dengan sorgum sebagai pangan.
Saat ini sudah ada pembeli siaga (offtaker) yang berkapasitas industri, yakni PT Sumba Moelti Agriculture di Kabupaten Sumba Timur.
Kendati demikian, jelas dia, saat ini pengembangan sorgum terkendala lemahnya pendampingan dan pembinaan oleh petugas yang belum intensif.
Pengendalian organisme pengganggu tanaman belum bisa dilakukan optimal. Benih, pupuk, dan pestisida ketersediannya belum mencukupi.
Pengetahuan petani mengenai budidaya dan penanganan pascapanen sorgum, klaim Ismail, juga masih terbatas.
Sementara itu, Renata Puji Sumedi dari Yayasan Keanekaragaman Hayati menjelaskan sejumlah aspek yang harus diperhatikan dalam produksi sorgum di masa depan.
“Yang terpenting, fasilitasi perbaikan teknik budidaya sorgum,” kata Puji Sumedi dalam acara yang sama.