Rektor Karakter

Sebagai putra Pandeglang, Prof Karomani dikenal sering mengkritik bupati Pandeglang saat ini. Kritiknya keras sekali.

Umur Karomani sudah 61 tahun. Berarti ia tidak bisa maju lagi menjadi rektor untuk jabatan kali kedua. Ia sudah berjuang sampai ke Mahkamah Agung: agar batas usia rektor dinaikkan dari 60 tahun ke 70 tahun. Perjuangan itu belum berhasil.

Orang tua saat ini begitu takut anaknya tidak pandai. Karena itu sekolah mahal pun dikejar. Ketakutan orang-orang tua itu jadi makanan empuk para pendidik yang tidak punya karakter. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Lim Xiao Ming

Kang Sabarikhlas

Alhamdulillah… nama saya gk disebut untuk menerjemahkan “ma..ma..hu..hu”. Ternyata anda sudah tahu, Abah…so..so..duh.

 

Aku dan kita Official

Takziahh kok Yo panggah ae gae kaos Disway…. Nemen

 

Muin TV

Abah salah. Alim Markus itu bukan, “cintailah produk-produk Indonesia.” Tapi, “cintailah ploduk-ploduk Indonesia.”

 

Teguh Wibowo

Waduh.. abah kenapa pakai kaos? Acaranya formal, stidaknya pakai kemeja atau baju koko..

 

Giyanto Cecep

jalan hidupnya seperti sebuah novel atau cerita pendek karena masih muda .. tapi sudah berjalan di ngarai dan bukit terlahir dari tionghoa kemudian menjadi muallaf selagi masih muda mirip dengan Dr Syafii Antonio .. beristrikan bule dsri Strali yg juga muallaf dan bermukim di Arab Saudi sebagai orang kaya bukan TKI ..

 

LiangYangAn 梁楊安

Ironinya terjadi dikemudian hari, misinterpretation si sulung yang suka berburu dan misinterpretation si bungsu yang suka menunggang kuda, membuat hati sang pelukis hancur. Ketika si sulung sedang berburu, di semak-semak tempat dia bersembunyi, dia melihat tubuh kuda (seperti pada lukisan ayahnya) dan si sulung menembak kuda tersebut (yang dia anggap sebagai harimau) ; dan pelukis tersebut harus membayar ganti rugi kepada pemilik kuda. Sedangkan si bungsu diterkam harimau ketika dia melihat kepala harimau dan ingin menunggangi nya (seperti pada lukisan ayahnya, yang dia anggap sebagai kuda sebagaimana yang dikatakan ayahnya) Akhirnya pelukis tersebut membakar lukisan itu dengan sangat sedih, dan menulis puisi untuk dirinya sendiri 馬虎 (măhū) : “Seperti kuda dan seperti harimau, putra sulung menembak kuda hingga mati, dan putra bungsu diterkam harimau. Pondok jerami, membakar gambar yang ceroboh. Saya menyarankan Anda untuk tidak belajar dari saya. Meskipun puisiku bukanlah puisi yang bagus, pelajarannya terlalu mendalam.” Sejak saat itu, kata 馬虎 (măhū) secara umum biasanya diulang menjadi 馬馬虎虎 (Mămăhūhū) menyebar dan orang-orang suka menggunakannya dan artinya pun menjadi beragam, bisa diartikan sebagai “careless” ; bisa juga “not so bad” atau “so-so”.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan