Bantahan Camat Bogor Tengah Slewengkan Kewenangan, Tiga Pihak Berikan Kesaksian

BOGOR – Bantahan yang menyeret Camat Bogor Tengah, Kota Bogor, Abdul Wahid terkait penyelewengan kewenangan yang menderanya diperkuat oleh kesaksian sejumlah pihak. Diantaranya, Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor, Koordinator Tempat Penampungan Sementara (TPS) Mawar hingga sejumlah pedagang.

Seperti diberitakan sebelumnya, penyelewengan kewenangan yang dimaksud ialah adanya tudingan atas aksi Camat Bogor Tengah yang memerintahkan bawahanya untuk mengirim puluhan dus air minum kemasan ke Sekretariat Koperasi TPS Mawar untuk dijual kepada para pedagang disana.

Tak hanya itu, Abdul Wahid juga disebut-sebut memaksa pedagang membayar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu dalam satu hari untuk air mineral dan satu bungkus rokok. Selain itu, Abdul Wahid juga dituding campur tangan atas minggatnya para pedagang dari TPS Mawar yang kembali berjualan di pinggir jalan raya dan trotoar Jalan Raya Merdeka, Kita Bogor.

Koordinator Pedagang TPS Mawar, Putra menyebut, mencuatnya gosip Camat Bogor Tengah yang menjual paksa air minum dan rokok kepada pedagang dengan tegas Putra mengaku bahwa hal itu tidak benar. Menurutnya, jikalaupun ada ajang bisnis seperti itu yang seharusnya berjualan itu adalah dirinya.

“Tidak ada itu pak camat jual rokok dan air disitu, silahkan saja tanya ke para pedagang. Kalau memang ada, yang seharusnya berjualan ke pedagang itu saya karena saya koordinatornya,” ungkapnya kepada Jabar Ekspres, Jumat (29/07).

Dia menuturkan, dalam hal itu kewenangan camat sebatas membantu mensukseskan program penertiban. Dengan mensosialisasikan agar pedagang dapat mengisi TPS yang sudah disediakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.

“Saya selalu koordinasi, menyampaikan keluhan dan keinginan pedagang. Pak camat mendorong agar para pedagang mengisi TPS,” imbuhnya.

Dia membeberkan, terkait para pedagang yang meninggalkan TPS Mawar dan kembali berjualan di pinggir jalan itu, tidak ada kaitannya dengan camat. Dia menegaskan, itu merupakan murni keputusan para pedagang.

“Secara logika saja, mana mungkin pedagang keluar TPS karena pak camat, itu tidak masuk akal. Pedagang pada kembali berjualan diluar karena di TPS itu memang sepi, para pedagang gak bisa mendapatkan uang. Sementara mereka harus membayar kewajibannya yakni retribusi,” terang Putra.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan