Rencana Penghapusan Tenaga Honorer 2023, Satpol PP di Sumedang Harapkan Ini

Jabarekspres.com, Sumedang –  Rencana pemerintah menghapuskannya tenaga kerja honorer 2023 mendatang, jadi kabar tak sedap di telinga para pekerja yang statusnya masih hororer.

Diketahui, sebelumnya pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Pada aturan tersebut, diharuskan setiap instansi pemerintah agar bisa menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis posisi serta beban kerja.

Adapun jangka waktu idealnya, setelah menginjak 5 tahun berstatus honorer atau Non-ASN maka dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 pada pasal 99 ayat 2.

Terkait hal itu, Satpol PP Kecamatan Cimanggung sekaligus Ketua Forum Satpol PP Kecamatan Seluruh Kabupaten Sumedang, Hendra mengatakan, dirinya merasa prihatin terhadap para tenaga Non-ASN terkait kabar dihapuskannya tenaga honorer pada 2023 mendatang.

“Kalau tiba-tiba (tenaga honorer) dihapuskan tanpa ada kejelasan saya merasa miris juga,” kata Hendra kepada Jabar Ekspres di Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Rabu (29/6).

Hendra yang juga berstatus honorer diketahui sudah bekerja sebagai Satpol PP Kecamatan selama 16 tahun. Sampai saat ini statusnya masih sama, bukan PPPK apalagi ASN, Hendra tetap berstatus honorer.

Menurutnya, apabila pemerintah hendak menghapuskan tenaga honorer pada 2023 mendatang, harus ada solusi pemecahan masalah bagi para pekerja di tiap instansi yang berstatus Non-ASN.

“Tidak hanya guru atau perawat saja yang statusnya honorer. Kami Satpol PP atau petugas Damkar juga banyak yang statusnya honorer,” ujar Hendra.

Dia menyampaikan, perhatian pemerintah terhadap pekerja di tiap instansi yang statusnya Non-ASN perlu jadi prioritas jika pada 2023 nanti, tenaga honorer secara resmi akan dihapuskan.

“Saya gak usah jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), minimal diangkat jadi PPPK juga cukup. Setidaknya status kita jelas, kita (honorer) gak jadi khawatir karena ada kejelasan,” ucapnya.

Hendra berpendapat, jika sebuah aturan diterbitkan maka solusi sebagai pemecah permasalahan perlu disiapkan, tujuannya supaya tidak terjadi polemik berkepanjangan.

“Analoginya gini saja, pedagang di pinggir jalan ditertibkan karena aturan gak boleh berjualan secara liar. Solusinya harus ada tempat untuk mewadahi para PKL supaya bisa tetap berjualan,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan