Airlangga Hartarto Minta Masyarakat Harus Ada Kesadaran Tentang Perubahan Iklim

JAKARTA – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan masalah perubahan iklim saat ini masih menjadi pembicaraan serius oleh Lembaga-lembaga dunia.

Untuk menghadapi permasahan ini, Indonesia turut ambil bagian dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. Terlebih, Indonesia termasuk negara yang paling rentan dalam perubahan iklim.

Menurut Airlangga Hartarto, dampak negatif perubahan iklim harus terus terjaga agar target yang sudah menjadi komitmen besama pada Perjanjian Paris dapat tercapai.

Indonesia senidiri sudah berkomitmen untuk menurunkan 29 persen di tahun 2030 sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Pemerintah sudah menerapkan target net zero emission agar bisa tercapai, dengan begitu PDB dunia akan turun sebesar 10 persen.

‘’Ini penting untuk dilakukan dimana Asia Tenggara merupakan salah satu daerah ataupun regional yang beresiko tinggi,’’kata Menko Airlangga Hartarto.

Berdasarkan climate economic index menunjukan Indonesia adalah negara yang sangat rentan, terutama ketika memasuki musim kemarau.

Untuk itu, Pemerintah sudah memerintahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah bersiap mengantisipasi kebakaran hutan.

Sedangkan untuk mewujudkan green economy pemerintah Indonesia juga akan mendorong di forum G20 agar pembiayaan berkelanjutan untuk sumber pembiayaan yang berbasis pada pembangunan multilateral.

Indonesia bersama Asian Development tengah membahas skenario pembangunan energi berbasis rendah karbon yang menghasilkan dari segi ekonomi.

“Termasuk pilot project terkait kegiatan mengurangi emisi yang ditargetkan di tahun 2060. Diharapkan prototyping daripada PLTU bisa di finance dan ini sedang dibahas skenarionya dengan Asian Development Bank,” ujar Menko Airlangga.

Lebih lanjut ia menuturkan potensi energi baru cukup besar yaitu 442 giga watt untuk pembangkit listrik. Kendati demikian energi terbarukan masih mempunyai tantangan dari segi teknologi seperti membangun hydro power yang hanya bisa dibangun di Kalimantan Utara dan Memberamo Papua saja. Namun permintaan tertinggi berasal dari Pulau Jawa.

Selanjutnya pemerintah juga terus mendorong mekanisme transisi energi berupa perpajakan yang merupakan cap and trade dan cap and tax.

“Jadi perusahaan yang sudah komitmen untuk menghemat energi apabila dia lebih besar dari komitmen makan dia diberikan pajak yang akan diberlakukan untuk PLTU di tahun ini dan inilah yang sedang kita dorong,” tutur dia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan