Pendeta Saifuddin Masih Heran Kenapa Pernah Dipenjara dan Selalu Ditetapkan Tersangka

JAKARTA – Pendeta Saifuddin Ibrahim masih bebas menuding orang-orang yang dianggap tidak sejalan dengannya. Melalui channelnya di Youtube, pria yang pernah dipenjara karena kasus yang sama itu menyinggung Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.

“Saya ini sudah masuk penjara karena perintah JK (Jusuf Kalla) dan saya sudah empat tahun divonis,” kata Pendeta Saifuddin Ibrahim beberapa jam yang lalu di Youtube.

Selain Pak JK, dia juga menyinggung nama Ustaz Abdul Somad (UAS) yang dianggap dengan bebas melakukan dakwah padahal banyak laporan polisi namun UAS tak ditangkap.

“Eh masih juga dikirim surat, ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya,” katanya.

Inilah perlakuan yang diterima Pendeta Saifuddin yang dianggapnya aneh. Meski begitu, dirinya tetap mencintai Indonesia.

“Inilah negara yang aneh, tetapi saya sangat mencintai negara saya Indonesia,” katanya.

Pendeta Saifuddin Ibrahim Ditetapkan Tersangka

Bareskrim Polri menetapkan Pendeta Saifudin Ibrahim sebagai tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian terkait SARA pada Senin (28/3).

Namun hingga kini Pendeta Saifuddin Ibrahim masih bebas mengunggah video kepada orang-orang yang tidak sejalan dengannya.  Jeratan pidana itu memungkinkan penyidik untuk memenjarakan Pendeta Saifudin Ibrahim dengan enam tahun kurungan.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan pihaknya sudah memeriksa 13 saksi dalam kasus tersebut.

“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup unntuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Rabu (30/3).

Dalam kasus itu, Pendeta Saifudin Ibrahim diduga melanggar Pasal 45A Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

“Pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” kata Ramadhan.

Pendeta Saifudin Ibrahim diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan SARA, pencemaran nama baik, penistaan agama, dan pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat.

“Dan atau menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap melalui media sosial YouTube,” kata Ramadhan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan