BANDUNG – Kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng di Jawa Barat dengan HET minyak goreng curah Rp11.500/lt, HET minyak goreng kemasan sederhana Rp13.000/lt, dan HET minyak goreng pemium Rp14.000/lt belum efektif.
Hal itu diungkap Kepala kantor Wilayah III Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Lina Rosmiati berdasarkan dari hasil survei yang di ritel modern dan pasar tradisional di Jawa Barat.
“Hasil survei di ritel modern harga sudah mengikuti HET. Namun stoknya sering kosong meskipun jumlah pembelian per konsumen dibatasi untuk menghindari panic buying,” ucap Lina di Kota Bandung, Senin (21/2).
Lina menjelaskan, pasokan minyak goreng yang datang ke Jabar tidak menentu. Bahkan, lanjut dia, terdapat ritel modern yang tidak mendapatkan pasokan selama 2 minggu.
“Hasil survey di pasar tradisional agak sedikit berbeda, stok minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium tersedia dengan jumlah yang sangat terbatas, namun harga di atas HET,” jelasnya.
“Minyak goreng curah saja dijual rata-rata Rp5.000/seperempat liter atau Rp20.000/lt. Harga ini mendekati harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium,” imbuhnya.
Dalam melihat permasalahan di suatu industri, kata Lina, KPPU menggunakan pendekatan/ menganalisis struktur, perilaku dan kinerja dari industri.
“Apabila dilihat dari aspek struktur, struktur pasar/industri minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke oligopoli (hanya sedikit pelaku usahanya),” katanya.
Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan KPPU, bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di industri minyak goreng.
“Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng,” hematnya.
Ia menuturkan, pelaku usaha besar dalam industri minyak goreng juga terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga menjadi produsen minyak goreng.
KPPU pun menemukan indikasi kenaikan harga minyak goreng yang serempak yang dilakukan pelaku usaha, sehingga membawa persoalan ini ke ranah penegakan hukum dengan dugaan kartel sejak 26 Januari 2022.
“Hingga saat ini 11 produsen minyak goreng telah memenuhi panggilan KPPU, dan 4 produsen minyak goreng meminta penjadwalan ulang terkait pemanggilan tersebut,” tuturnya.