Metropolitan Rebana Dinilai Kurang Sinkron dengan Aktivitas Ekonomi Lokal

”Seperti yang kita duga, coraknya itu pertanian. Beberapa daerah seperti kota/kab Cirebon yang sudah ke perdagangan, majalengka sebagian sudah ke perdanganan sisanya itu bercorak pertanian,” paparnya.

Menurutnya, hasil riset ini menjadi PR tersendiri. Jika membludak investasi besar disana. Maka perlu ada upaya untuk memunculkan inklusifitas dikawasan Rebana.

”Jangan sampai yang hadir adalah enklave. Jadi kami sudah memotret itu. Jawabannya ada pada tujuan penelitian kedua,” papar Prof. Horas.
Kendati demikian, dirinya pun memotret IKM dikawasan Rebana. Diperlukan untuk dikawinkan. Sebab dari 36 kecamatan 13 KPI itu terletak di 36 kecamatan.

Lebih lanjut, ia menerangkan, dari 8 kecamatan IKM nya tidak maching. Ia mencontohkan, industri otomotif, tapi didalam nya sudah ada sparepart. Itu bisa dikawinkan, tapi ada juga yang tidak maching.

”Kalau kita undang otomotif tapi yang ada disananya justru IKM hasil pertanian, itu kan tidak maching. Dari hasil penelitian kami dari 38 ada 8 yang tidak maching, 9 maching, sebagian besar masih bisa maching. Artinya fifty-fifty. Jadi PR nya besar,” terang Prof. Horas.

Prof. Horas menegaskan, fifty-fifty bukan angka yang membahagiakan. Tetapi harus memikirkan cara supaya industri besar dan kecil tumbuh.

Hasil reset ketiga, kata dia, banyak indikator tentang kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satunya rata-rata lama sekolah.

”Saya potret 2 saja, Subang itu rata-rata lama sekolahnya 7,2 tahun. Tertinggi itu kota cerebon 10,3 tahun. Itu artinya kalau 7,2 tahun itu kelas 2 SMP, 10,2 itu kelas 2. Jadi sebagian tidak lulus SMP dan tidak lulus SMA,” katanya.

Menurut Prof. Horas, ini menjadi PR tersendiri juga. Bagaimana mereka bisa mengisi peluang employment disana. Sedangkan yang dibutuhkan setidaknya diploma 1, 2 dan 3. Atau SMA, koperasi.

”Artinya dari situ saja kita bisa melihat ada ketidakmachingan. Tentu jadi PR bersama antara pemerinrah dan masyarakat,” cetusnya.
Menurutnya, masyarakat harus diajak supaya sama-sama mau meningkatkan kualitas SDM.

”Jadi ini perlu mereka-mereka yang SMA jangan sampai putus sekolah. Yang SMA bisa ikut diploma dan yang diploma meningkatkan keterampilan,” cetusnya.

”Ketika kesempatan itu datang, mereka bisa meraihnya. Semua orang berhak dimana saja. Tapi kalau itu terjadi secara masif akan dikhawatirkan kecemburuan sosial. Biar bagaimana pun anak muda setempat harus mendapatkan porsi yang cukup,” sambungnya.

Tinggalkan Balasan