Kasus Herry Wirawan jadi Sorotan Publik, Anggota Komisi X DPR RI Angkat Bicara

BANDUNG – Aksi bejat yang dilakukan oleh Herry Wirawan (HW) kepada belasan santriwatinya telah menyita banyak perhatian publik.

Tak hanya itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi X, Ledia Hanifa pun turut angkat bicara.

Pasalnya menurut Ledia, bahwa kasus tersebut sudah menimbulkan efek berat bagi korbannya. Sehingga, menurutnya pelaku harus mendapatkan hukuman yang berat dari para penegak hukum.

“Jadi kalau di Pasal 81-82 Undang-undang nomor 17 tahun 2016 itu, kalau misalkan sudah lebih dari satu kali, dan korban lebih dari satu, dan korban menimbulkan gangguan kejiwaan, jadi sebaiknya unsur penerapan hukum mati dan kebiri itu sudah bisa diterapkan. Apalagi dia (HW), orang yang mengayomi,’ ucapnya pada Rabu (24/12).

Adapun pasal lainnya, Ledia menambahkan bahwa hal tersebut telah merujuk kepada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Maka dari itu, dia menegaskan pelaku Herry Wirawan alias HW layak diberikan hukuman seberat mungkin. Sebab perbuatan yang dilakukan oleh HW dapat berdampak kepada masa depan korban.

Sementara itu, ketika disinggung soal pendidikan para korban aksi bejat HW ini nantinya akan seperti apa, Ledia menyebut mereka harus didampingi dengan guru bimbingan konseling apabila masuk ke pendidikan formal, karena dikhawatirkan korban akan mendapatkan tekanan dari teman sebayanya.

“Komisi X (DPR RI) sedang merancang tentang psikologi jadi meletakkan psikolog di sekolah, kalau enggak berat loh, kasian anak-anak ini,” katanya.

Selain itu, Ledia juga menuturkan bahwa masyarakat sebaiknya bertindak adil pada korban dengan tidak menyematkan stigma apapun. Bahkan Ledia juga menyoroti perihal Peta Jalan Pendidikan tahun 2020-2035 yang masih menuai kritik dari Komisi X DPR RI.

“Peta jalan pendidikan sebagai dokumen negara yang akan menjadi dasar kebijakan pendidikan sampai dengan tahun 2035 belum dilengkapi dengan dasar hukum dan kajian dalam bentuk naskah,” pungkasnya. (mg4)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan