Perubahan Iklim Jadi Perhatian untuk Kelanjutan Pembangunan Perkonomian Global

JAKARTA – Salah satu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia, adalah  menyumbangkan dan mengembangkan sumber pembiayaan untuk mendukung negara berkembang untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dimaksud dalam The Glasgow Pact pada COP26.

Hal ini penting karena perubahan iklim menjadi salah satu yang dipertimbangkan bagi pembangunan perekonomian global dalam jangka panjang.

Perubahan iklim menjadi tantangan ekonomi karena ke depannya diprediksi akan terjadi kenaikan suhu sebesar 2,5 hingga 4,7 derajat celcius pada tahun 2100 akibat peningkatan Gas Rumah Kaca.

‘’Tetapi dalam pertemuan G20 beberapa waktu lalu sudah disepakati bahwa ini bisa dijaga dalam level 1,5 derajat,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya Kamis (25/11).

Indonesia melalui Nationally Determined Contributions (NDC) berkomitmen menurunkan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dalam kondisi business as usual.

Untuk memenuhi target ini, sektor energi ditargetkan menyumbang penurunan emisi sebesar 314 juta ton CO2e dan sektor kehutanan dapat menurunkan emisi sebesar 497 juta ton CO2e pada tahun 2030.

Pemenuhan target emisi GRK pada tahun 2030 sesuai NDC tersebut membutuhkan biaya sekitar USD 250 miliar.

Oleh karenanya diperlukan berbagai kegiatan untuk mendorong aksi mitigasi, tidak hanya dari Pemerintah tetapi juga dari swasta dan masyarakat maupun dari financial global.

Dalam hal ini, salah satu hal utama yang harus dilakukan adalah optimalisasi peran perbankan dalam melakukan penyaluran pembiayaan guna mempercepat transisi ekonomi melalui ekonomi rendah karbon,” kata Menko Airlangga.

Percepatan transisi tersebut dapat melalui hal-hal berikut antara lain, perbankan secara agresif membiayai proyek-proyek hijau ataupun pembangunan yang berkelanjutan.

Selain itu, memfasilitasi perdagangan karbon, baik perdagangan karbon di dalam negeri maupun dengan luar negeri, namun perlu dilakukan perdagangan secara transparan agar informasi yang ada adalah simetris information.

‘’Dengan begitu, variasi dari harga karbon tidak berbeda jauh, serta mendorong penerbitan green bond atas upaya konservasi sumber daya alam,’’ucap Menko Airlangga.

Skema lain, untuk pembiayaan hijau adalah dengan menggunakan Green Sukuk. Pemerintah sendiri telah menerbitkan Green Sukuk di pasar global yang mana Green Sukuk edisi tahun 2020 mencapai USD 2,5 miliar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan