Fahira Idris Dukung Penegakkan Aturan Jual Beli dan Konsumsi Rokok

JAKARTA – Anggota DPD RI yang juga Senator Jakarta Fahira Idris mendukung penuh langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penegakan aturan kawasan dilarang merokok dan mempersempit ruang untuk promosi atau iklan rokok lewat Seruan Gubernur Nomor 8 Tahun 2021.

Seruan Gubernur ini diharapkan efektif memperkuat implementasi dan penegakan berbagai aturan terkait rokok baik yang ada di peraturan daerah (Perda) maupun peraturan pemerintah (PP) termasuk penegakan aturan soal batasan usia menjual, membeli, atau mengonsumsi rokok atau produk tembakau.

“Tidak boleh lagi ada anak di bawah usia 18 tahun menjual, membeli, apalagi mengonsumsi atau mengisap rokok. Artinya, siapa saja orang dewasa tidak boleh melibatkan anak-anak dalam aktivitas menjual, membeli, apalagi mengonsumsi rokok. Siapa saja yang menjual rokok harus memastikan pembelinya sudah di atas 18 tahun atau sudah mempunyai KTP. Ini aturan yang harus sudah mulai kita tegakkan,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (5/10).

Fahira mengungkapkan di hampir semua daerah di Indonesia, kebiasaan meminta dan menunjukkan KTP saat membeli produk rokok baik di supermarket, minimarket maupun warung nyaris tidak dipraktikkan. Padahal Pasal 46, PP Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan secara tegas menyatakan setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi Produk Tembakau.

Makin meningkatnya prevalensi merokok pada anak-anak, menurut Fahira, tidak lepas dari gencarnya iklan, promosi, dan sponsor rokok.

Semuanya ini, menimbulkan keinginan anak-anak untuk mulai merokok, mendorong anak-anak perokok untuk terus merokok dan mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk kembali merokok. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta sudah sangat tepat.

Fahira menilai penguatan aturan di kawasan larangan merokok di DKI Jakarta juga sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warganya yang tidak merokok. Berbagai data menyebutkan bahwa risiko terkena penyakit kanker bagi perokok pasif 30 persen lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap Rokok. Perokok pasif juga berpotensi terkena penyakit lainnya antara lain penyakit jantung.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan