Angka Prevalensi Stunting di KBB Turun Jadi 10 Persen

PARONGPONG – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat terus berupaya menekan angka pravelensi stunting yang saat ini sudah dibawah angka yang disyaratkan pemerintah pusat yakni 14 persen.

Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati Bandung Barat Hengki Kurniawan menyebutkan, saat ini angka prevalensi stunting di KBB dari asalnya 11,5 turun menjadi 10 persen. Dirinya ingin agar persentasenya bisa terus turun sebagai bekal menyiapkan generasi muda mendatang yang terbebas dari stunting.

“Angkanya terus menurun setiap tahun. Apalagi tahun ini di KBB ada 20 desa yang menjadi fokus diberi bantuan serta supporting gizi dan ketahanan pangannya,” ujar Hengki disela kegiatan Rembuk Stunting di Parongpong, Selasa (7/9).

Namun dirinya tetap khawatir terjadi degradasi ekonomi di masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang nantinya menyebabkan angkanya kembali naik, sehingga harus ada intervensi dan monitoring dari pemerintah.

“Melalui rembuk stunting ini harus menghasilkan rumusan yang bisa menekan terus angka stunting. Sama seperti penanganan Covid-19, komitmen kami serius mengentaskan persoalan ini,” katanya.

Dirinya ingin penanganan stunting ke depan bisa menyediakan data yang diperbaharui dari mulai tingkat RT hingga kabupaten sehingga bisa terpantau. Itu nantinya akan memudahkan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan yang tepat.

“Tahun depan (2022) akan ada command center di KBB dan harapannya semua bisa terpantau, termasuk stunting. Karena penanganan ini harus semua elemen, pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam memberikan edukasi soal gizi, kebersihan, sanitasi, dan lain-lain,” sebutnya.

Kepala Dinas Kesehatan KBB Eisenhower Sitanggang menambahkan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi  stunting. Seperti kurangnya pemahaman soal asupan gizi yang baik dan faktor ekonomi.

“Ada juga faktor pola hidup bersih, dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan 1.000 hari pertama kehidupan di keluarga,” tutur Eisenhower.

Sunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh, baik pertumbuhan maupun maupun perkembangan otak. Hal tersebut bisa dicegah sampai anak usia dua tahun. Namun jika terlambat maka bisa permanen. Sehingga kecerdasan anak lebih rendah atau kurang jika dibanding dengan anak yang normal.

“Kita terus lakukan maping dan beri bantuan ke desa-desa yang jadi fokus penanganan stunting. Seperti dirembuk stunting ini diberikan ke Desa Ciburuy, Pataruman, dan Gunung Masigit,” ucapnya. (mg6)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan