PGRI Sarankan PTMT Berjalan Bertahap dan Tidak Tergesa-gesa

BANDUNG – Pemerintah berencana akan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mulai tanggal 8 September mendatang. Hal ini memang perlu banyak kajian dan pertimbangan matang mengingat wabah masih belum reda.

Terkait hal ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Bandung memberikan sikap untuk PTM yang akan segera digelar. PTM memang akan digelar tetapi secara terbatas sehingga menjadi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT).

PTMT dilaksanakan berdasarkan SKB 4 Mentri tentang kebijakan pembelajaran tatap muka yakni Menkes, Mendikbud, Menag dan Mendagri.

“PGRI mendukung dengan beberapa alasan pertimbangan” ucap Cucu Saputra, ketua PGRI Kota Bandung pada Senin (6/9).

Cucu menjelaskan bahwa masih banyak orang tua siswa yang belum sepenuhnya mengizinkan anaknya untuk belajar secara langsung, selain itu salah satu yang menjadi kendala adalah kewajiban siswa untuk divaksin terlebih dahulu, tetapi anak yang belum 12 tahun belum menerima vaksin.

“PTMT diperuntukan untuk siswa yang mengalami kesulitan secara ekonomi dan akses,” tambahnya.

Sementara PJJ (pembelajaran jarak jauh) untuk siswa yang mampu secara ekonomi dan fasilitas. Cucu mengimbau masyarakat juga jangan terlalu terburu-buru membeli peralatan sekolah karena tidak semua anak melakukan PTM.

“Karena perlu penyesuaian pembelajaran harus dilakukan secara bertahap dan tidak tergesa-gesa” jelasnya.

Diperkirakan akan ada sebanyak 330 sekolah yang akan segera melaksanakan PTMT. Cucu menceritakan bahwa salah satu kendala pelaksanakan program ini adalah berseliwerannya informasi tentang sekolah dan vaksin yang membuat para orangtua kebingungan dan merasa ketakutan.

Dirinya juga berharap agar masyarakat bisa mengubah mindset agar tidak langsung mengikuti informasi yang belum jelas kebenarannya. Meski demikian, dirinya meminta para orangtua untuk berkolaborasi dengan penerapan pengasuhan/parenting kepada anak untuk tetap belajar.

Selain itu, kerjasama juga harus didukung oleh kewilayahan khususnya pihak kecamatan yang harus dengan ketat menerapkan prokes. Ia tidak ingin bila sekolah menerapkan aturan jaga jarak, sementara para siswa bebas bergerombol saat jajan baik di luar area sekolah maupun kantin.

“Jangan sampai terjadi lagi anak sekolah online tapi banyak main (di luar), sementara yang pusing malah orangtuanya” tutupnya. (ela)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan