JAKARTA – Kebutuhan obat untuk terapi pasien COVID-19 tercatat mengalami peningkatan selama Juli 2021.
Ini diakibatkan karena melonjaknya kasus positif Corona di Indonesia belakangan ini. Selain itu, ada tiga obat terapi COVID-19 impor yang mulai masuk ke Indonesia sejak pekan pertama Agustus 2021.
“Saat kebutuhan naik, pabrik meningkatkan bahan baku impor. Mereka hitung, dinaikkan impor bahan baku. Sekitar empat kali lipat. Begitu bahan baku diproses, kebutuhan naiknya sudah delapan sampai 12 kali lipat,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Selasa (3/8).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kebutuhan obat terapi COVID-19 mulai meningkat pada awal Juni 2021.
Ini seiring dengan kenaikan angka kasus penularan Corona. Selama Juni 2021, kebutuhan obat COVID-19 meningkat dua hinga empat kali lipat.
Pada Juli 2021, peningkatan kebutuhan obat COVID-19 semakin besar. Berkisar antara delapan sampai 12 kali lipat.
Kebutuhan obat COVID-19 meningkat sampai 12 kali lipat pada 15 Juli. Kemudian menurun menjadi delapan kali lipat pada akhir Juli.
“Kecepatan produksi perusahaan-perusahaan farmasi nasional belum mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan obat terapi COVID-19 di Tanah Air,” jelasnya.
Dikatakan, dibutuhkan waktu empat sampai enam pekan untuk mengimpor bahan baku, mengolah bahan baku menjadi obat. Selain itu, mendistribusikan obat ke apotek dan fasilitas kesehatan.
“Itu yang mengakibatkan saat gelombang pandemi masuk dengan cepat, kita nggak siap langsung dengan obat-obatannya. Kita coba dengan impor produk jadi juga butuh waktu,” paparnya.
Budi menjelaskan obat terapi COVID-19 produksi gabungan perusahaan farmasi Indonesia sekarang sudah mulai masuk ke apotek.
Ada tiga obat terapi COVID-19 impor yang mulai masuk ke Indonesia sejak pekan pertama Agustus 2021.
Yakni Remdesivir, Tocilizumab 400 mg/20 ml, dan IVig 50 ml. “Rinciannya Remdesivir sebanyak 1.173.919 dosis. Kemudian, Tocilizumab 400 mg/20 ml sebanyak 115.594 dosis. Lalu IVig 50 ml 286.921 dosis,” urai Budi.
Kemenkes, lanjutnya, telah mulai melakukan uji klinis pada beberapa obat terapi COVID-19 produksi dalam negeri.
“Mudah-mudahan bisa mengurangi tekanan kebutuhan obat-obatan impor yang mahal. Sehingga variasi tata laksana uji klinis perawatan pasien COVID-19 semakin kaya dan semakin maju,” tutupnya. (rh/fin)