Pasien yang Sudah Sembuh Covid-19 Bisa Tertular Lagi, Ini Penjelasan Ahli

Sementara itu dari penelitian di Denmark memperlihatkan perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen.

Dengan demikian, mengacu pada hasil penelitian tersebut, kalangan lansia tergolong lebih berisiko mengalami reinfeksi.

Analisis dari riset tersebut menunjukkan di antara orang yang positif pada gelombang COVID-19 pertama, sebanyak 0,65 persen positif kembali pada gelombang wabah kedua.

Orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) juga lebih mungkin terkena infeksi kedua.

Dia menambahkan, walaupun tubuh sudah mengembangkan sistem imun untuk melawan COVID-19, masih ada kemungkinan seseorang dapat reinfeksi.

Sebab, COVID-19 pun bisa berkembang atau bermutasi sehingga memiliki banyak varian dengan karakternya masing-masing.

Menurut sejumlah penelitian, beberapa varian mampu melawan sistem imun manusia.

“Maka dari itu, orang yang pernah terinfeksi COVID-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan.”

“Sama halnya seperti orang yang sudah mendapat vaksin, walaupun vaksin memberikan perlindungan terhadap serangan virus, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi jika terpapar virus Corona penyebab COVID-19,” ucapnya.

Hingga saat ini, berbagai penelitian belum sampai pada satu kesimpulan apakah gejala reinfeksi pasti lebih parah dibanding sebelumnya atau tidak.

Dokter di Gulhane Training and Research Hospital di Turki menyebutkan terdapat pasien yang pada infeksi pertama tak mengalami gejala. Namun saat reinfeksi mengalami gejala ringan.

Sedangkan, bila pada infeksi pertama harus dirawat di rumah sakit, pasien memerlukan perawatan intensif saat reinfeksi, terutama kalangan lansia yang memiliki penyakit penyerta.

Namun beberapa penelitian lain menemukan tidak ada perbedaan gejala antara infeksi pertama dan kedua.

Malah ada pasien yang gejalanya lebih ringan ketika terkena reinfeksi COVID-19.

“Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah sistem imun.”

“Jika imun yang terbentuk dari infeksi pertama masih kuat dan bisa melawan virus corona, maka gejalanya akan ringan atau bahkan tidak ada gejala.”

“Sedangkan, bila imun sudah lemah atau tidak dapat menemukan virus corona yang menyerang tubuh seseorang, maka gejalanya bisa lebih berat,” ucapnya.

Virus corona penyebab COVID-19 tergolong jenis baru sehingga belum ada penelitian yang bisa memastikan berapa lama antibodi dapat bertahan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan