Ini mengenai sebuah penyesalan. Penyesalan dari seorang penjual durian di wilayah Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung yang telah lama pergi meninggalkan kediamannya di Pandeglang, Banten untuk mengadu nasib di perantauan. Ia menyesal tak mudik.
Penulis: Yanuar Baswata, Bandung
Ia bernama Umma Khairudin, 46, karena kepergiannya yang cukup lama, aturan larangan mudik Lebaran 2021 membuatnya tersadar, orang tua yang selalu menanti kedatangan Umma di kampung halaman, ia berpikir, sampai kapan mereka mampu menunggu kepulangannya?
Kemeriahan Lebaran telah usai meskipun nuansa Idulfitri, rasanya, masih tersisa. Namun ada yang berbeda pada hari raya tahun ini.
Baca Juga: PKS Cirebon Bakal Kirim Bantuan Buat Rakyat Palestina
Bagaimana tidak. Momen langka satu tahun sekali yang biasanya dilakukan dengan saling bersilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga, tahun ini rasa rindu tersebut harus ditahan lebih lama.
Pasalnya, pemerintah memberikan aturan larangan mudik Lebaran (lagi) dan mengimbau (lagi) agar masyarakat tidak berkumpul dulu bersama keluarga besar dengan tujuan dapat memutus penyebaran virus Covid-19.
Baca Juga: BKSAP DPR RI Kecam Agresi Kebiadaban Israel
Umma mengaku telah delapan tahun belum pulang ke kampung halamannya di Pandeglang, Banten.
Saat wartawan Jabar Ekspres berbincang dengan Umma, ia mengatakan, selama delapan tahun belum pulang kampung dikarenakan dirinya ingin memberi kejutan kepada keluarganya bahwa dirinya cukup sukses merantau dengan berbisnis menjual buah Durian di Kota Kembang.
“Pengen kasih lihat ke keluarga, biar mereka seneng pas saya pulang bawa kabar baiklah bisa dibilang,” kata Umma kepada Jabar Ekspres di lokasi pada Senin (17/5) kemarin.
Baca Juga: Pemkot Cimahi Targetkan Vaksinasi COVID-19 Lansia Rampung Akhir Bulan
baca Juga: PGRI Desak Pemprov Berikan Perhatian Untuk Anak Guru Honorer yang Yatim
Dengan baju kemerja hitam dan celana jeans pudarnya, Umma seolah tengah memandang jauh ke jalan sambil setengah berharap dirinya dapat segera bertemu dengan keluarganya di Pandeglang, Banten.
Ia mengakui, perantauannya itu dimulai pada 1992 sejak Umma berusia 17 tahun. Perjalanan panjang tanpa tahu tujuan membuat Umma belajar tentang kerasnya kehidupan.