Dewan Minta Proses Hukum Terkait Dugaan Korupsi di Dinas Damkar Depok Kedepankan Asas Praduga Tak Bersalah

DEPOK – Kasus dugaan korupsi di Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Depok kini semakin berkembang luas. Hal itu bermula dari isu pengadaan pakaian dinas lapangan (PDL) bagi petugas Damkar yang dinilai tidak sesuai spesifikasi.

Kasus tersebut pertama kali mencuat setelah Sandi Butar Butar, salah satu karyawan atau pegawai honor di Dinas Damkar mengeluhkan sepatu boat yang diadakan untuk para petugas Damkar yang menurutnya tidak sesuai standar.

Hal itu diketahui Sandi setelah membandingkan sepatu yang diterimanya dengan harga jualnya. Ia lalu mendapatkan bahwa harga dan jenis sepatu tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang mestinya digunakan oleh para petugas di lapangan.

Sontak, isu tersebut kemudian mendapat respons dari berbagai pihak. Tidak hanya itu, isunya pun terus berkembang hingga menyasar pada masalah lainnya, termasuk isu pemotongan honor yang diterima para petugas Damkar.

 

Bijak dalam Menanggapi Informasi yang Beredar

Menanggapi wacana yang beredar, Anggota Dewan Provinsi Jawa Barat (Jabar), H.M. Hasbullah Rahmat pun akhirnya buka suara. Ia meminta agar publik tetap bijak dalam menanggapi persoalan ini.

Dirinya pun meminta kepada aparat penegak hukum agar senantiasa mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam memproses perkara ini.

“Tentang isu pengadaan PDL di Dinas Damkar (Pemadam Kebakaran Kota Depok), tentu kita juga harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah dalam konteks kasus,” kata Hasbullah kepada Jabarekspres.com, Rabu (21/4).

Akan tetapi, Hasbullah juga tetap tegas dalam hal penegakan hukum bagi pihak-pihak yang sengaja melakukan penggelembungan biaya dalam pengadaan PDL ini.

“Tapi dalam konteks ada masalah mark-up atau masalah tender dan sebagainya. Itu saya kira perlu ditindaklanjuti secara aturan hukum yang berlaku,” tegas dia.

Menurut Hasbullah, terkait kebijakan pengadaan barang dan jasa sendiri sebetulnya telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 16 Tahun 2018 yang belakangan direvisi kembali menjadi Perpres No 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Karena memang, sesungguhnya pengadaan barang dan jasa itu kan sudah ada Perpesnya. Tentu kalau kita ikuti aturan yang sudah ada di Perpres kan tentu tidak akan mungkin ada yang melanggar,” ujar Hasbullah.

Tinggalkan Balasan