Faktanya, para pekerja sektor pertanian telah beralih profesi ke sektor lain. Tercermin dari sektor jasa yang proporsi pada 1976 sebesar 23,57 persen menjadi sebesar 48,91 persen di 2019. Begitu pula dengan proporsi pekerja di sektor industri yang meningkat menjadi 22,45 persen di 2019 dari sebelumnya 8,86 persen di tahun 1976.
Melansir penelitian dari LIPI tahun 2019, menurunnya minat generasi muda terhadap profesi petani karena generasi muda melihat ada citra negatif tentang pertanian. Profesi petani dipandang tidak menguntungkan. Di sisi lain, pemuda desa saat ini juga lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa.
Mentan Yasin Limpo : Milenial Smartfarming Upaya Regenerasi Petani
Kurangnya minat generasi muda menjadi petani disebabkan beberapa hal. Di antaranya karena penghasilan petani dinilai tak cukup besar untuk memenuhi kesejahteraan keluarga. Pekerjaan juga di alam terbuka di bawah terik sinar matahari. Lahan pertanian yang digarap pun tergolong pekerjaan yang dapat membuat pakaian dan tubuh petani menjadi kotor.
Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu terobosan baru berupa inovasi disruptif atau disruptive innovation. Yakni inovasi yang bisa menggantikan pasar yang lama dengan ide bisnis segar serta dapat menyesuaikan kebutuhan konsumen.
Dengan demikian terobosan baru ini dapat terjadi perubahan mindset dari petani subsisten menjadi berorientasi bisnis. Tidak lagi menjadi obyek subsidi, dan secara kelembagaan berstandar korporasi.
Secara konseptual, korporasi petani merupakan gabungan perseorangan petani maupun kelompok tani dalam bentuk koperasi dan atau beserta pihak swasta/BUMD/BUMN yang berkolaborasi menjadi pemegang saham di sebuah perusahaan/perseroan.
Strategi bisnis dengan disruptive innovation yang diimplementasikan pada korporasi petani diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Pada akhirnya profesi petani menjadi lebih menarik serta memberikan nilai tambah bagi generasi milenial.
Strategi pertama, selain didorong untuk memiliki pola pikir atau mindset mandiri menjadi pengusaha pertanian atau agropreneur, petani mulai diajak memanfaatkan teknologi modern berupa aplikasi digital super dengan berbagai fasilitas layanan yang bisa digunakan dalam proses bisnis pertanian mulai pembiayaan saprodi, proses budi daya, pengolahan hingga pemasaran modern dari hulu ke hilir secara terintegrasi melalui pemanfaatan internet of thing (IoT).