Pendiri Komunitas Bambu Beberkan Perjuangannya Mengembalikan Sejarah

DEPOK – Pendiri sekaligus Direktur lembaga penerbit Komunitas Bambu atau Kobam, JJ Rizal, menyebut Indonesia pasca Orde Baru merupakan sebuah nation (bangsa) yang masih membutuhkan perjuangan ekstra untuk bisa keluar dari bayang-bayang kepalsuan sejarah.

Dikatakan Rizal, cikal-bakal didirikannya penerbit Kobam tak lain untuk menjernihkan sejarah yang sempat didistrosi (diputarbalikkan) atau bahkan dilenyapkan oleh satu masa. Kobam, dengan demikian mencoba menerbitkan sejumlah karya yang bertujuan memberikan sebuah alur cerita (sejarah) sebagaimana mestinya, sehingga masyarakat memahami sejarahnya secara terang-benderang tanpa ada lagi distorsi.

“Akhirnya kita buat kajian semacam kaya seri begitu, jadi kalau orang baca buku kita orang bisa itu memahami alur pemikiran bagaimana Indonesia itu dilenyapkan, dihilangkan. Sehingga dalam memori kita itu yang muncul adalah bagian-bagian yang tidak memahami Indonesia. Ini sudah menjadi fenomena yang membudaya dan menjadi weltanschauung (pandangan hidup). Karena bekerja melalui banyak mesin, mulai dari nama jalan, museum, film, pers, televisi,” ungkap Rizal kepada wartawan Jabarekspres.com, Rabu (14/4).

Nah itu lah wacana sebenarnya yang harus dilawan. Jadi di titik itulah kita menerbitkan buku yang kita anggap bisa menjernihkan cara pandang kita tentang Indonesia sebagai sebuah produk atau gagasan pemikiran yang dilenyapkan oleh suatu massa. Dan karena dilenyapkan ide dan gagasan indonesia itu yang membuat kita sebagai nation sampai hari ini krisis nilai,” tambahnya.

Rizal menjelaskan, upaya membersihkan sejarah dari kabut manipulasi dan distorsi tersebut dilakukan dengan cara menyeleksi sejumlah karya intelektual yang ditulis oleh para penulis terkemuka. Beberapa karya itu bahkan sebelumnya sempat dilarang untuk terbit, karena alasan kestabilan politik.

“Dari situ kita mulai menerbitkan karya-karya A.B. Lapiyan tentang studi sejarah maritim nusantara. Kemudian untuk mengenali penggal waktu ’65, kita memahami orientasi ke laut itu sebagai Archipelagic State yang dulu di jaman Soekarno itu ada Menteri Kemaritiman kok rupanya hilang di jaman Orde Baru, dihilangkan rupanya,” ujar Rizal.

Rizal menduga alasan kuat di balik penghapusan lembaga kemaritiman itu lantaran dicurigai sebagai basisnya kelompok gerakan kiri. Hal itu bertemali pula dengan nasib kaum perempuan dalam gelanggang politik yang sengaja dilenyapkan karena dianggap sebagai warisan dari Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) yang merupakan salah satu organisasi gerakan perempuan dengan afiliasi pada Partai Komunis Indonesia (PKI).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan