Rocky Gerung Sebut Jokowi Hanya Petugas Partai

JAKARTA – Pengamat Politik Rocky Gerung menilai, Presiden Joko Widodo hanya seorang petugas Partai. Sehingga kebijakan yang dia ambil, terkadang merupakan pesanan dari Partai.

“Menunjukan dari awal bahwa sebetulnya, presiden itu memang petugas partai. Jadi kalau si pemilik partai bilang saya tidak suka dengan orang itu, ya dia musti tunduk akhirnya,” ujar Rocky Gerung dikutip kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (13/4).

Dosen Ilmu filsafat ini mengatakan itu terkait keputusan pemerintah untuk meleburkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Setelah dileburkan, Menristek Bambang Brodjonegoro mengatakan curiga sejak awal, bahwa ada kelompok yang ingin agar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi lembaga sendiri.

Kecurigaan Menristek ini muncul setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang tak kunjung mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 soal Badan Riset tersebut.

Rocky Gerung melanjutkan bahwa, hal itu terjadi karena adanya ketidak sukaan personal oleh Partai penguasa. Sehingga hal ini berimplikasi pada rusaknya aturan bernegara.

“Kan bagaimana mungkin presiden tanda tangan satu keputusan pembentukan lembaga dan tidak mau diundangkan, kan yang mustinya yang bukan diganti Bambang Brojonegoro tapi Menkumham, karena dia yang menentang Presiden kan,” ujar Rocky Gerung.

Dia menilai bahwa Presiden seolah disandera oleh kepentingan partai.

“Karena tahu kelemahan presiden maka presiden disandera dengan kepentingan partai dengan akibat petigas partai yang lain. Menkuham itu akhirnya mesti tunggu signal dari tengku umar, kira-kira begitu anatominya,” ujar Rocky Gerung.

Regulasi tentang Badan Riset awalnya ada pada Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019. Namun regulasi itu hanya bertahan setahun dan sudah habis masa berlakunya pada 31 Maret 2020.

Presiden Joko Widodo kemudian meneken Perpres untuk menjadi payung hukum BRIN sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019. Tapi hingga kini, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak kunjung mengesahkannya.

“Sudah ditandatangani presiden 31 Maret 2020, tapi unfortunately, sampai setahun kemudian perpes tersebut tidak pernah diundangkan oleh Kemenkuham,” ujar Bambang Brodjonegoro.

Belakangan, lewat surat nomor R-14/Pres/03/2021 tertanggal 30 Maret 2021, Presiden Jokowi meminta pertimbangan DPR ihwal Badan Riset yang akan dilepaskan dari Kemenristek, sehingga lembaga ini akan menjadi badan otonom sendiri di bawah presiden. (Fin.co.id)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan