JAKARTA – Jawa Barat adalah salah satu provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Provinsi yang kini dipimpin Gubernur Ridwan Kamil ini dihuni 48,27 juta orang. Jumlah ini adalah 17,86% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Membuka sesi pemaparan materinya soal literasi di Jawa Barat, Bunda Literasi Jawa Barat, Atalia Praratya Ridwan Kamil, menggambarkan bahwa besarnya penduduk Jawa Barat ini sama dengan 10 kali jumlah penduduk Selandia Baru, atau dua kali lipat jumlah penduduk sebenua Australia.
“Memiliki jumlah penduduk sebanyak ini bisa menjadi sebuah potensi, sekaligus juga menjadi masalah jika kita tidak mampu mengelola sumber daya manusianya dengan baik,” buka Atalia ketika menjadi pemateri penutup dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021 bertema “Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural”, Selasa, (23/3), secara virtual via aplikasi Zoom.
Rumitnya mengelola Jawa Barat inilah yang membuat Perpustakaan Nasional tak memilih sosok lain, selain Atalia Praratya, sebagai Bunda Literasinya. Karena, literasi adalah titik sentral pembawa masyarakat pada kemaslahatan.
Atalia Praratya menyajikan data bahwa pada 2016, Indeks Baca Masyarakat Jawa Barat berada pada poin 68,16, yang masuk kategori cukup. Sayangnya pada 2020, sedikit kendor. Meski masih dalam ambang batas ‘cukup’, indeksnya turun 6,67 poin ke poin 61,49. Penurunan indeks baca masyarakat ini dikatakan Atalia Praratya karena laju pertumbuhan penduduk Jabar tak sebanding dengan fasilitas perpustakaan, koleksi buku dan sarana penunjang literasi lainnya.
“Jumlah perpustakaan aktif di Jawa Barat sebanyak 16.384, yang belum secara menyeluruh ada di setiap kota/kabupaten, kecamatan, desa dan kelurahan. Akses masyarakat ke perpustakaan juga masih terbatas, terlebih lagi saat pandemi yang mekin membuat mereka mengakses sumber, ditutup,” kata Atalia.
Penurunan ini, menurut Atalia, juga ditengarai kecenderungan generasi Z yang lebih suka menonton tivi, mendengar musik dan mengakses internet, termasuk kelas lebih tuanya yakni generasi milenial yang nyaris semuanya menjangkau informasi dengan smartphone.
“Padahal saya juga terkaget-kaget setelah tahu bahwa 104 anak yang mengalami gangguan jiwa karena kecanduan gawai, dirawat di RSJ di Jabar (Bandung), belum terhitung yang dirawat di RSJ di kota/kabupaten,” beberanya.