BANDUNG – Pemerintah harusnya jangan hanya menaikkan tarif cukai rokok demi menambah kas negara, tetapi juga harus memperhatikan kelangsungan industri Hasil Pengolahan Tembakau dan Lainnya (HPTL).
Hal itu ditegaskan Anggota Komisi XI DPR RI, Willy Aditya, yang mendorong adanya insentif bagi industri HPTL, karena dinilai telah berkontribusi bagi peningkatan penerimaan cukai negara.
Dorongan itu, kata Willy, menyusul kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 12,5 persen, yang berlaku sejak 1 Februari 2021.
“Harus fair menilai bahwa rata-rata pemasukan negara dari cukai tembakau juga besar, meskipun ada kritik terhadapnya. Makanya perlu ada insentif inovasi bagi industri olahan tembakau untuk pengembangan produk agar dapat diterima publik,” ujar Willy melalui keterangan rilis di Bandung, Kamis (4/3/).
Pada tahun 2019 saja, jelas Willy, industri HPTL yang didominasi pelaku Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM), telah menyumbang penerimaan cukai senilai Rp 426,6 miliar. Sementara tahun 2020, meski dalam kondisi pandemi kontribusinya tumbuh sampai 60 persen menjadi Rp 680,3 miliar.
Kemudian memasuki tahun 2021 ini, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mulai tampak melesat secara signifikan. Per Januari 2021, penerimaan cukai rokok sudah mencapai angka Rp8,83 triliun atau tumbuh 626 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Dikatakan, rantai pasok industri HPTL yang cukup kompleks juga bisa menjadi peluang untuk masuknya investasi lebih banyak.
Dengan kompleksitasnya, insentif ke industri HPTL juga secara simultan bakal mendorong industri lain misalnya industri kimia, industri alat-alat kimia, sampai industri pengemasan.
“Industri tembakau harus dilihat dengan lebih terbuka, kita harus jujur dan adil menilai realitas, termasuk dalam hal produk hasil tembakau ini. Karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat,” tegas politisi Partai NasDem tersebut. (win)