Lembah Kematian

Dua tahun lalu Riyanarto mendapat penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Yakni sebagai guru besar yang paling produktif. Yang menghasilkan karya tulis hasil penelitian terbanyak di Indonesia: 270 karya tulis –sekarang menjadi 293. Banyak di antaranya yang dihasilkan bersama dosen lain saat masih di Kanada.

Tapi penghargaan itu juga yang membuat Riyanarto gelisah. Apalagi setiap kali mendengar ejekan ini: peneliti Indonesia itu hanya bisa menghasilkan kertas. “Saya terus terganggu dengan ejekan seperti itu,” katanya.

Setelah lama berlalu, saya bertemu lagi dengan Prof. Riyanarto kemarin. Di ”kerajaan” baru grup Samator di Surabaya. Ada tiga gedung pencakar langit di markas pusat grup bisnis bidang oksigen itu.

Di situlah kemarin diadakan vaksinasi masal untuk keluarga pengusaha. Khusus yang berumur 60 tahun ke atas. Bos grup Samator itu, Arief Harsono, adalah teman lama. Ia ketua Apindo, asosiasi pengusaha. Juga ketua Permabudi, persatuan masyarakat Buddha Indonesia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hadir. ITS ikut memamerkan temuan Prof Riyanarto di situ: I-Nose. Saya pun ikut mendengarkan ketika dilakukan demo di depan Menkes. Lalu saya temui sendiri Prof Riyanarto setelah itu.

Sejak menerima penghargaan itu kegelisahannya meningkat. Ia terus berpikir apa yang bisa dihasilkan. Apalagi ketika pandemi melanda dunia. Ia ingin berperan di dalamnya.

Riyanarto terus melakukan riset terkait dengan test Covid-19 tapi yang tidak berisiko tertular virus. Lalu ia menemukan ada video itu: bandara Dubai mengerahkan anjing untuk mendeteksi Covid-19. Lewat bau badan penumpang pesawat.

Riyanarto tidak tahu dari mana referensi bahwa dari bau badan bisa dibedakan mana yang mengandung Covid dan mana yang tidak.

Pada bau badan manusia yang paling terdeteksi adalah di ketiak. Maka Riyanarto memfokuskan penelitian lewat keringat dari ketiak manusia.

Riyanarto ingin tahu ada berapa variasi bau badan. Maka, untuk tahap awal, Riyanarto harus menjaring bau badan di spektrum yang luas: ia menggunakan 32 jenis sensor. Agar semua variasi bau badan terdeteksi.

Dari bulan ke bulan Riyanarto kian tahu lebih spesifik. Ia menyisihkan jenis bau ketiak yang terlalu jauh dari indikasi Covid. Itu ia buang. Kini Riyanarto tinggal menggunakan 10 sensor. Dan finalnya nanti mungkin tinggal 8 sensor.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan