JAKARTA- Politikus Partai PSI, Muannas Alaidid nampak geram dengan ucapan aktor dan komedian Pandji Pragiwaksono yang membandingkan Front Pembela Islam dengan Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Muannas mengingatkan Pandji agar jangan sekali-kali menjadi YouTuber dengan menginjak-injak NU dan Muhammadiyah.
“Cari duit dari pelawak sudah betul itu atau stand-up komedi menghibur banyak orang, jangan pengen jadi YouTuber anda menginjak-injak NU dan Muhammadiyah, kurang ngajar bener anda Pandji,” tulis Muannas di twitternya, dikutip Kamis (21/1), dilansir dari fin.co.id.
Muannas menilai, Pandji memuji FPI dengan mengatakan selalu ada ketika dibutuhkan Masyarakat, seperti teori politik membela bambu. Memuji FPI namun menginjak NU dan Muhammadiyah.
“Teori managent konflik, cara Pandji ini politik belah bambu, dia angkat yang satu kemudian menginjak ormas-ormas terbesar yang betul-bet menjaga dan mencerdaskan anak bangsa,” kata Muannas.
Muannas bilang, membandingkan FPI dengan NU dan Muhammadiyah salah besar. Sebab kedua ormas Islam besar di Indonesia itu telah banyak berjasa kepada bangsa.
“NU dan Muhammadiyah berjasa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membantu masyarakat,” kata Muannas.
Sebelumnya, Pandji Pragiwaksono mengatakan, di masyarakat ada banyak yang menjadi simpatisan FPI. Terlebih lagi di kalangan bawah. Itu karena FPI selalu ada ketika masyarakat kalangan bawah meminta bantuan.
Menurut Pandji Pragiwaksono, pendapat itu dia dengar dari Sosiolog Thamrin Amal Tomagola ketika diwawancarainya di Har Rock FM Jakarta tahun 2012 silam
“FPI itu dekat dengan masyarakat. Ini gue dengar dari Pak Thamrin Tomagola dulu tahun 2012, kalau misalnya ada anak mau masuk di sebuah sekolah, kemudian ga bisa masuk, itu biasanya orang tuanya datangi FPI minta surat. Dibikinin surat ke FPI, dibawa ke sekolah, itu anak bisa masuk, terlepas dari isi surat itu menakutkan atau tidak, tapi nolong warga gitu,” ujar Pandji dilansir chanel YouTubenya, Rabu (20/1).
Pandji melanjutkan, FPI terkenal dan disukai di masyarakat kalangan bawah ketika para elit dari ormas Islam besar, yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah jauh dari masyarakat.