VONY yakin suaminyi meninggal karena stres berat.
Itulah nasib ilmuwan penemu konstruksi sarang laba-laba, Ir Ryantori.
Ia sedang diadili di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Ia jadi tersangka dalam perkara pidana pemalsuan hak paten penemuannya sendiri.
Hari itu, seminggu yang lalu, Ryantori menjalani persidangan itu. Pulang dari pengadilan badannya lemas. Vonny minta Ryantori ke dokter. Tidak mau. Ia merasa tidak sakit apa-apa. Hanya merasa ngantuk yang berkepanjangan.
Anak laki-lakinya yang di Amerika memaksanya untuk periksa darah. Juga tidak mau. Badannya terasa lemah.
Sang anak menghubungi kakak perempuannya yang tinggal serumah dengan orang tua mereka. “Panggil petugas lab ke rumah. Papa tidak harus pergi ke lab sendiri,” ujar sang adik lewat telepon dari Amerika Serikat.
Ryantori memang hanya punya dua anak itu. Yang wanita jadi pelatih pilates di Surabaya. Yang laki-laki sudah 10 tahun bekerja di dekat Chicago –sebagai pendesain perhiasan.
Dari pemeriksaan darah itu mereka kaget: gula darah Ryantori tinggi. Padahal biasanya gula darahnya selalu normal. “Selalu lebih baik dari saya,” ujar Vonny.
Keesokan harinya, Ryantori sudah tidak bisa bicara. Lalu dibawa ke rumah sakit Adi Husada Surabaya –yang memang tidak jauh dari rumahnya.
Alumnus fakultas teknik sipil ITS Surabaya itu, Ryantori, meninggal dunia.
Saya masih wartawan muda ketika Ryantori-muda menemukan konstruksi sarang laba-laba. Umurnya hanya satu tahun di atas saya. Saya mewawancarainya. Yakni untuk melengkapi wawancara sebelumnya oleh teman saya sesama wartawan TEMPO. Tulisan kami tentang Ryantori itu pun dimuat di majalah TEMPO.
Itulah sistem konstruksi yang tidak memerlukan tiang pancang. Bisa menghemat biaya. Juga lebih tahan gempa. Cocok untuk wilayah seperti Indonesia.
Waktu itu dua insinyur muda lagi bekerja di sebuah perusahaan kontraktor. Perusahaan itu mendapat proyek membangun gedung di daerah Tanjung Perak. Tanahnya sangat lembek. Kalau pakai tiang pancang biayanya sangat mahal.
Dua insinyur itu mendiskusikannya: Ir Ryantori dan Ir Soetjipto. Sama-sama lulusan teknik sipil ITS. Soetjipto lantas dikenal sebagai aktivis andal PDI Perjuangan. Ia menjadi Ketua DPD PDI Jatim. Lalu jadi anggota DPR. Jadi Sekjen DPP-PDI Perjuangan. Ia sangat fanatik pada Bu Mega.