Donald Wahyudi

Saya sudah biasa sangat kritis kepadanyi. Termasuk soal stem cell. Hal-hal yang sepele pun saya tanyakan. Kali itu pun saya akan mempertanyakan banyak hal tentang penemuan obat cocktail-nyi itu. Tapi tidak berhasil. Lalu keburu heboh. BPOM menganggap penemuan Unair itu belum memenuhi syarat sebuah penemuan.

Dokter Purwati kian sulit dihubungi. Juru bicara Unair pun diambil alih langsung oleh Rektor Unair sendiri, Prof Dr Mohammad Nasih, SE, MT, Ak, CMA. Saya enggan mewawancarai rektor. Yang ahli keuangan itu.

Beliau memang hebat. Baru kali ini ada rektor dipilih secara aklamasi. Tapi beliau bukan dokter. Apalagi ahli Covid. Saya ingin diskusi langsung dengan dokter Purwati. Tapi, rupanya, dokter Purwati sengaja ”disembunyikan”. Agar tidak menjadi sasaran heboh. Rektor menjadikan diri sebagai perisai. Rektor mengambil alih tanggung jawab itu. Maka saya pun tidak pernah menulis heboh-heboh itu.

Jiwa saya terbelah. Di satu sisi saya ingin memberikan apresiasi yang tinggi pada Unair dan pada dokter Purwati. Kalau obat cocktail itu ampuh, itulah jasa universitas kita yang terbaik di bidang Covid. Di sisi lain saya mendukung kehati-hatian lembaga pengawas obat dan makanan itu. Lalu saya melupakan penemuan Unair itu –sambil tetap jengkel ke dokter Purwati.

Sampailah saya membaca penemuan obat cocktail oleh sebuah perusahaan Amerika. Saya pun kembali teringat Unair dan dokter Purwati. Ternyata Amerika pun memikirkan obat Covid yang sifatnya cocktail –mencampur/mengombinasikan beberapa obat yang sudah ada.

Bahkan seorang presiden Amerika, Donald Trump, langsung mencobanya. Biar pun belum diproses oleh lembaga pengawas obat dan makanan di sana. Bahkan obat itu belum ada nama. Tapi Trump sudah menggunakannya.

Saya pun ingin tahu apakah cocktail yang di Amerika itu sama dengan cocktail yang dari Unair. Kalau tidak sama, mana yang lebih hebat. Belum tentu yang Amerika yang lebih hebat.

Saya pun ingin bertanya mengapa memilih memikirkan menemukan cocktail daripada menemukan obat baru. Tentu saya sudah bisa mengira jawabnya: untuk apa melakukan penelitian dari 0, kalau bisa memanfaatkan penelitian yang sudah ada. Kan bisa menghemat waktu yang luar biasa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan