Samarinda Toraja

KETIKA berhasil membangun hotel Novotel yang baru, salah satu lounge di lantai 5-nya diberi nama “Damsole”.

Nama itu melekat lekat di benak pemilik Novotel baru di Surabaya itu: Arief Harsono.

Itulah nama kapal kayu yang akan selalu ia ingat. Kapalnya kecil. Hanya 5 ton. Di kapal itulah ia hampir mati: jatuh ke laut.

Saat itu Arif baru berumur 18 tahun. Itulah untuk kali pertama ia berbisnis: kopra. Ia mencari kopra sampai ke pulau Una Una. Itulah pulau bundar di tengah laut antara Poso dan Gorontalo. Yang dipenuhi pohon kelapa.

Arief terjatuh dari kapal itu. Untung juru mesin kapal itu melihat. Arief sudah timbul tenggelam jauh di belakang kapal. Damsole pun memutar balik. Setengah jam kemudian Arief sudah kembali ke kapal. Dengan seluruh badan menggigit. Sebagian karena ketakutan.

Arief selamat.

Nama Damsole itu diambil dari nama kampung di pinggir pantai Poso: Damsol.

Arief mengabadikan nama itu seumur hidupnya.

Executive Lounge di hotel itu juga ia beri nama Una Una. Dari situlah Arief mendapatkan uang pertama dalam hidupnya. Sekaligus dalam jumlah yang sangat besar.

Itulah pulau yang hanya bisa diraih dari Poso selama enam jam –dengan Damsole.

Masih ada satu nama lagi yang juga ia abadikan: Parigi. Kafe di hotel itu diberi nama Parigie: berasal dari kata Parigi, sebuah kota kecil dekat Poso.

Arief Harsono sendiri lahir di kota kecil di Sulteng: Toli Toli. Yakni di rumah panggung di tengah-tengah kebun kelapa. Tidak ada rumah sakit bersalin di Toli-Toli kala itu.

Arief adalah anak pertama. Tiga adiknya juga lahir di Toli-Toli. Tapi yang nomor dua lahir dengan jantung tidak sempurna. Setiap kali menangis badannya biru. Ketika sudah mulai bisa berjalan ia selalu terjatuh –di langkah ketiga atau keempat. Lalu badannya membiru.

Itulah yang membuat keluarga ini pindah ke Surabaya. Mencari dokter. Mereka naik kapal. Arief dan adik yang masih bayi ditinggal di Toli-Toli. Dirawat nenek mereka.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan