BANDUNG-Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jabar, memprotes keras adanya keputusan Komite Sekolah yang melakukan pemecatan atau pemberhentian guru honorer, karena mengkritisi kebijakan komite sekolah.
Ketua FAGI Jabar, Iwan Hermawan mengaku sangat memprotes tindakan arogan pihak Komite Sekolah disalah satu SMP di Sukra, Kabupaten Indramayu yang memecat guru honorer.
“Ga ada keputusan komite sekolah bisa memecat guru, karena guru itu bertanggung jawab kepada sekolah dan kepala sekolah,” jelas Iwan, dilansir dari pojoksatu.id, Kamis (27/8).
Menurut dia, yang berhak melakukan pemecatan atau pemberhentian itu hanya kepala sekolah.
“Guru honorer itu diangkat melalui SK kepala sekolah, jadi komite enggak berhak melakukan pemecatan,” ucapnya.
Tugas komite sekolah kata dia, menjadi penghubung antara sekolah dan orang tua serta lingkungan masyarakat.
“Tugas fungsinya penghubung dengan masyarakat sekitar sekolah dan orang tua, guna mendukung proses belajar mengajar,” paparnya.
Ditambahkan Iwan, bahwa FAGI Jabar akan berkoordinasi dengan PGRI Jabar untuk memberikan advokasi kepada guru honorer di Indramayu ini.
Diberitakan sebelumnya, seorang guru honorer di Indramayu mendapat pil pahit, setelah mengkritisi dugaan pungutan liar (pungli) dengan dalih infak di tempatnya mengajar.
Surdadi, guru honorer SMPN 1 Sukra Kabupaten Indramayu malah dipecat. Anehnya, ia justru dipecat oleh Komite Sekolah (KS) sehingga mengundang reaksi keras banyak pihak.
Sampai-sampai Dewan Pendidikan dan Dinas Pendidikan (Disdik) setempat turun tangan untuk berusaha menyelesaikannya.
Kepada awak media Surdadi menceritakan ikhwal pemecatan dirinya. Hal itu berawal dari adanya keputusan pungutan sebesar Rp 1.000 per siswa pada setiap hari Rabu dan Jumat.
Praktik yang tak jelas pertanggungjawabannya itu ditentang Surdadi. Ia lalu meminta kepada kepala sekolah agar menyampaikan secara terbuka besarnya uang pungutan yang diterima berikut penggunaannya dipasang di majalah dinding sekolah.
“Maksud saya agar siswa dan orang tua tahu bahwa pungutan itu benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan sekolah, ” ujarnya, Kamis (27/8)
Alih-alih direspon positif, langkah Surdadi malah terhenti saat KS menerbitkan surat pemberhentian dirinya sebagai guru honorer di sekolah tersebut.
Keputusan sepihak itu mengundang reaksi rekan sejawat di SMPN 1 Sukra. Mereka memprotes keputusan KS dan menilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan. (bbs/tur)