1.855 Berita Bohong Terkait Covid-19

BANDUNG – Informasi bohong atau hoaks terkait Corona Virus Disease (Covid-19) mengalir deras selama pandemi. Imbasnya, kepanikan warga akibat pandemi meningkat.

Tim Jabar Saber Hoaks (JSH) sejak Januari 2020 hingga Juni 2020 menerima 2.881 aduan masyarakat soal COVID-19. Sebanyak 1.855 aduan merupakan hoaks setelah diklarifikasi.

Koordinator JSH, Retha Aquila Rahadian mengatakan, persebaran hoaks Covid-19 tergolong cepat karena beredar melalui media sosial dan aplikasi percakapan.

”Setelah kami klarifikasi, 1.855 aduan adalah hoaks. Sisanya benar. Puncak aduan ada di bulan Maret. Untuk April dan Mei sudah turun. Juli sudah mulai melandai,” kata Retha di Kota Bandung, Selasa (21/7).

Menurutnya, JSH membuka banyak pintu supaya memudahkan masyarakat menyampaikan aduan. Selain melalui media sosial, JSH menyediakan nomor hotline yang dapat diakses masyarakat. Tema hoaks terus berganti dari waktu ke waktu. Jika pada awal pandemi hoaks membicarakan soal kebijakan karantina wilayah atau lockdown, saat ini hoaks didominasi terkait penanganan Covid-19. Salah satunya hoaks penyemprotan racun pembasmi Covid-19 melalui helikopter.

”Masyarakat harus lebih teliti dan kritis. Kritis dalam arti penasaran. Apakah informasi ini benar atau tidak. Kemudian, jangan sembarang meneruskan informasi yang belum dipastikan kebenarannya,” ucapnya.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Unisba) Santi Indra Astuti memaparkan sejumlah dampak buruk dari hoaks. Pertama, merusak ekosistem informasi yang memicu kebingungan di masyarakat. Sebab, masyarakat tidak bisa membedakan mana informasi yang valid dan tidak.

”Belakangan ketahuan informasinya tidak valid alias hoaks. Tapi, energi terlanjur tercurah untuk mengurusi informasi yang tidak benar,” kata Santi.

Dia menyatakan, hoaks dapat membuat masyarakat salah mengambil keputusan, khususnya terkait COVID-19.

”Dia menolak untuk berobat karena percaya pada hoaks. Hoaks membuat orang mengambil keputusan yang salah dan berakibat fatal bagi hidupnya,” ucapnya.

Dia pun memberikan cara mengatasi hoaks. Pertama, berhati-hatilah dengan narasi yang provokatif dan berlebihan. Hoaks kerap menggunakan kalimat-kalimat sensasional dengan maksud mendiskreditkan satu pihak.

Maka itu, kata Santi, jika melihat berita dengan narasi atau judul provokatif, masyarakat sebaiknya mencari informasi lain yang serupa dari situs daring resmi atau media arus utama. Ciri hoaks lainnya adalah ajakan untuk memviralkan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan