Jabar Cetak Rekor Buruk

“Mari semua warga jaga protokol Covid-19 dengan disiplin di mana pun kita berada, karena perang dengan Covid-19 ini masih jauh dari usai,” tulis orang nomor satu di Jabar ini.

Hari ini Jabar mencatatkan rekor paling banyak, kemudian disusul Jawa Timur dengan 517 kasus dan DKI Jakarta 284 kasus.

Terpisah, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat (GTPP Jabar) Daud Achmad membenarkan jika penambahan kasus itu yang paling tinggi sejak kasus pertama Covid-19 di Jabar teridentifikasi 6 Maret 2020 lalu.

Disinggung apakah tambahan kasus itu berasal dari klaster Secapa AD, Daud belum bisa memastikan hal itu. “Masih kita lacak dari mana saja itu berasal,” ujar Daud di Gedung Sate, Kota Bandung.

Sebelumnya, pada 4 Mei 2020 pernah terjadi lonjakan kasus di Jawa Barat dengan 196 kasus. “Lonjakan kasus yang terjadi dulu juga, setelah ditelusuri adalah pasien yang tadinya dirawat di Jakarta, dirawat di Jawa Barat,” ujar Daud.

Lebih jauh Daud menjelaskan, untuk mengetahui sebaran korona, pihaknya akan menyediakan 10 ribu alat rapid test sesuai standar World Health Organization (WHO) khusus di Jawa Barat. “Saya tanyain dulu ke tim pelacakan gugus tugas untuk jadwalnya,” kata Daud.

Namun, Jabar berkomitmen untuk memenuhi standar pelacakan kepada penduduk Jabar dalam waktu satu minggu.

Sesuai arah Gubernur Jabar, kata Daud, pelacakan akan difokuskan terhadap sekolah berbasis asrama, baik itu sekolah kedinasan pemerintah dan militer.

“Sesuai dengan arahan Pak Gubernur, target ribuan perminggu itu sesuai standar WHO, kemungkinan akan disasar kepada sekolah-sekolah berbasis asrama termasuk pondok pesantren, kita tunggu alatnya juga yah,” ungkapnya.

Disisi lain, kasus sebaran korona yang menjadi perhatian Pemprov Jabar yakni di klaster pabrik. Kadisnakertrans Jabar, Rachmat Taufik Garsadi, mengatakan, karyawan yang sempat dirumahkan atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bisa kembali bekerja dengan syarat ada memenuhi protokol kesehatan apa yang telah ditetapkan oleh perusahaan atau pusat industri tempatnya bekerja.

“Untuk menindaklanjuti peraturan kementerian ketenagakerjaan bahwa salahsatu poinnya mewajibkan pengusaha membuat kesepakatan mentaati protokol kesehatan,” kata Rachmat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan