CIANJUR– Kabupaten Cianjur masuk posisi kedua sebagai Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) di Jabar pada Pilkada Serentak 2020. Kondisi tersebut mengindikasikan potensi-potensi kerawanan bisa terjadi berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Cianjur, Hadi Dzikri Nur menjelaskan, terdapat empat dimensi IKP Pilkada Cianjur 2020 yang jadi barometer. Keempat dimensi itu terdiri dari konteks sosial dan politik, pemilu yang bebas dan adil, kontestasi serta partisipasi.
“Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemilu maupun pilkada, Bawaslu menempatkan Kabupaten Cianjur berada pada peringkat kedua di Jawa Barat. Di Pulau Jawa, IKP Kabupaten Cianjur berada pada peringkat keempat, dan secara nasional dari berbagai daerah yang akan menggelar Pilkada Serentak tahun ini berada pada peringkat ke 17,” tutur Hadi kepada wartawan belum lama ini.
Hadi menuturkan, IKP Kabupaten Cianjur berada pada kategori 5 dengan level nilai 63,77. Berdasarkan penilaian dimensi Konteks Sosial dan Politik poinnya sebesar 67,07, pada dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil poinnya sebesar 66,15, pada dimensi Kontestasi nilainya sebesar 51,91, dan pada dimensi Partisipasi Politik poinnya sebesar 72,15.
“Jika melihat data, pada dimensi Partisipasi Politik, IKP di Kabupaten Cianjur relatif cukup tinggi,” terang Hadi.
Tingginya poin dimensi partisipasi politik pada IKP Pilkada 2020 di Kabupaten Cianjur di antara indikatornya yakni partisipasi pemilih yang masih di bawah 77,5 persen, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pilkada, rendahnya partisipasi peserta pemilu dalam proses edukasi politik masyarakat, rendahnya partisipasi parpol dalam pengusungan calon kepala daerah serta jumlah suara tidak sah.
“Dari berbagai indikator-indikator IKP ini, ada berbagai rekomendasi yang harus dilaksanakan penyelenggara serta stakeholder lain,” jelas Hadi.
Di tingkat penyelenggara pemilu, kata Hadi, rekomendasinya harus meningkatkan pelayanan, terutama terhadap proses pencalonan baik perseorangan maupun partai politik, akurasi data pemilih, serta peningkatan partisipasi masyarakat. Sedangkan rekomendasi bagi partai politik adalah meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat dalam proses pencalonan dan melakukan pendidikan politik dengan intensif selama tahapan pilkada.