BANDUNG – Meski tidak dilakukan penahanan, mantan Pjs Dirut Umum PD Pasar Bermartabat Kota Bandung Andri Salman menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Rabu (4/12).
Dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar Gani Alamsyah mendakwa Andri dengan tuntutan ancaman penjara selama 15 tahun.
Dia diduga telah sengaja menggelapkan aset PD Pasar Bermartabat sebesar Rp2,5 miliar.
“Saudara terdakwa telah menggelapkan uang dan surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil dan digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut,” ujar JPU Kejati Jabar, Gani Alamsyah, Rabu (4/12).
Dalam pesidangan JPU membacakan uraian tuntutan, bahwa aset yang digelapkan tersebut digunakan untuk menjalankan bisnis garam.
Terungkap berdasarkan penjelasan tuntutan, Andri memesan garam sebanyak 400 ton kepada PT. Fast Media Internusa.
Andri lalu menyerahkan seluruh bilyet deposito senilai Rp2,5 miliar itu kepada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Harta Insan Karimah (BPRS HIK) Parahyangan Bandung sebagai jaminan untuk pembiayaan pengadaan garam tersebut.
Akan tetapi, ketika dicairkan hanya Rp1,1 miliar. Dengan jumlah itu PT. Fast Media Internusa hanya menyediakan garam sebanyak 107 ton saja. Sedangkan sisanya, digunakan oleh Andri menggunakan untuk pengadaan kendaraan operasional direksi, kebutuhan operasional Direktur Utama dan Direktur Operasional PD Pasar Bermartabat, serta pembayaran utang biaya pengadaan garam serta operasional distribusi garam.
Adapun garam yang telah diterima Andri, dijual ke pasar-pasar di Kota Bandung dan hasilnya sebesar Rp536,4 juta dikuasai oleh terdakwa.
Bisnis tersebut dijalankan ketika Kota Bandung tengah mengalami kelangkaan garam yang dilakukan pada April – Agustus 2017.
Bisnis garam tersebut oleh terdakwa dinamai Garam Juara.
Gani menuturkan, perbuatan terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 34 Ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 dan melanggar Pasal 37 huruf b.
“Tindakan tersebut di luar keputusan rapat direksi menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan sampai dengan tindakan dimaksud disetujui oleh rapat direksi,” katanya.
Andri dijerat dengan Pasal 8 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.