Keberanian Pengawas Jaga Marwah Demokrasi

JAKARTA – Keberanian Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di lapangan akan menjaga marwah demokrasi dalam memilih pemimpin. Sehingga, Panwas daerah dituntut mempunyai keberanian bertindak tegas jika menemukan pelanggararan dalam Pilkada serentak 2020 yang akan datang.

Pengawas juga tidak boleh tembang pilih dalam melakukan tindakan, termasuk jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh peserta Pilkada yang merupakan petahana.

Hal tersebut ditegaskan, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Abhan, di Jakarta, belum lama ini.

”Tegas melakukan tindakan bisa membuat kepercayaan masyarakat meningkat. Ternyata Bawaslu (tingkat) kabupaten/kota dan provinsi tidak gentar menegakkan aturan. Jangan takut meski yang memberi NPHD adalah petahana. Jika, memang terbukti, datanya valid, kenapa tidak ditindaklanjuti. Harus tegas agar meningkatkan kepercayan publik. Masyarakat akan semakin percaya kepada pengawas,” tegas Abhan.

Berbeda dengan jika Panwas melihat pelanggaran di depan mata, namun tidak berbuat apa-apa atau tidak menindaklanjutinya, maka menurut Abhan, itu akan mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Bawaslu.

”Penting bagaimana meningkatkan kepercayaan publik kepada kita (Bawaslu) dengan kerja-kerja ketegasan kita. Kerja-kerja yang maksimal dalam pengawas dan penindakan hukum karena itulah yang ditunggu publik,” ujarnya.

Dijelaskannya, hasil survei menjadi refleksi bersama untuk meningkatkan kerja Bawaslu. Misalnya terkait dengan integritas, keyakinan terhadap penyelenggara pemilu berdasarkan hasil survei 80 persen responden mengatakan setuju penyelenggara pemilu sudah berintegritas, 5,3 persen yang tidak setuju dan 3,6 persen tidak tahu.

”Nilai tersebut sebagai pelecut agar bisa lebih baik. Tentu tergantung komitmen dan integritas kita,” tukasnya. Hasil survei tersebut, menjadi catatan penting bagi Bawaslu.

Sebelumnya, sejumlah pelanggaran diprediksi masih akan mewarnai penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 mendatang. Pelanggaran bukan cuma saat kampanye terbuka. Tetapi pada seluruh proses tahapan sampai dengan pelaksanaan pemilu selesai.

Anggota Bawaslu lainnya, Fritz Edward Siregar menyebutkan, kekerasan dan intimidasi masuk salah satu potensi pelanggaran saat Pilkada Serentak 2020.

”Salah satu potensi pelanggaran dalam pilkada yaitu kekerasan dan intimidasi,” jelas Fritz.

Potensi pelanggaran lainnya yaitu politik identitas, kampanye hitam, tempat pemungutan suara rawan dan politik uang. Politik uang adalah hal yang paling sering terjadi dalam pilkada baik dilakukan secara sembunyi, langsung atau terang-terangan. Menurut Fritz, ada juga terjadi, politik uang tidak diberikan saat hari pemungutan suara.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan