SOREANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Dinas Perumahan, Pemukiman Rakyat dan Pertanahan (Disperkimtan) pada tahun 2019 menargetkan 2.580 unit Pembangunan rumah tidak layak huni (rutilahu).
Kepala Disperkimtan Kabupaten Bandung Erwin Rinaldi mengatakan, Penanganan rutilahu di Kabupaten Bandung dilakukan secara terus menerus setiap tahun. Sebab, sampai saat ini masih tersisa kurang lebih sebanyak 18.000 unit yang belum tersentuh bantuan.
Menurutnya, anggaran penanganan rutilahu berasal dari beberapa sumber. Diantaranya, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
”Dari provinsi melalui program rutilahu dan Bantuan Keuangan (Bankeu). Sedangkan program rutilahu kabupaten bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah),” katanya saat ditemui di ruang kerjanya di Soreang, Jumat (6/9).
Menurut Erwin, setiap tahun, pihaknya selalu memaksimalkan anggaran dari pusat, provinsi maupun daerah, ditambah peran serta masyarakat (swadaya). Lokasi untuk penyaluran bantuannya pun tercatat dengan baik di data base Disperkimtan.
”Tahun sekarang akan melakukan perbaikan 2.580, dari BSPS dialokasikan sebanyak 200 unit untuk 10 desa di 4 kecamata, DAK untuk 4 desa di 3 kecamatan sebanyak 170 unit dan 920 unit pada 21 desa di 10 kecamatan, dialokasikan dari program rutilahu provinsi. Sedangkan dari APBD Kabupaten Bandung, mengalokasikan anggaran untuk 1.290 unit untuk disebar di 31 Kecamatan,” akunya.
Erwin menjelaskan, setiap pelaksanaan perbaikan rutilah anggrannya berbeda tergantung sumber anggarannya, seperti dari APBD mengalokasikan 15 juta untuk perbaikan satu unit rutilahu. ”Besaran stimulan tiap unit rumah dari APBD itu sebesar Rp. 15 juta. Dengan rincian bahan material Rp. 14 juta, upah kerja Rp. 800 ribu dan Rp. 200 ribu sisanya untuk BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Kalau Pemerintah pusat dan provinsi perlakuannya beda lagi,” tuturnya.
Dia menambahkan, pada prinsipnya, masing-masing rutilahu hanya boleh mendapatkan bantuan sebanyak satu kali dari satu sumber dana. Kecuali di atas enam tahun dan dinilai masih tidak mampu, maka bisa diajukan lagi.
“Untuk penanganan yang bersumber dari APBD, sebagian besar kita dapatkan datanya melalui musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) di tahun sebelumnya. Dari musrenbang lalu masuk RKA (Rencana Kerja dan Anggaran), dilengkapi dengan proposal. Pada tahun anggaran berjalan kita verifikasi, identifikasi lalu dilakukan pelaksanaan yang didampingi oleh konsultan pendamping,” ujarnya.