CIMAHI— Dampak dari musim kemarau mulai dirasakan para petani sayuran di Kampung Lebak Saat Girang, Kelurahan Cipageuran, Kecamatan Cimahi Utara. Sebab, selain hasil panen yang kurang bagus biaya tanam pun semakin meningkat.
Seperti yang dialami Jajang Rohendi, 22, salah seorang petani di kampung tersebut. Menurutnya, pada kemarau ini area lahan pertaniannya sangat gersang akibat tidak disentuh air hujan.
Sehingga agar bisa tetap terlihat segar, sayuran seperti bunga kol, tomat, cabai dan sebagainya terpaksa disiram dengan air hasil membeli.
”Kalau dampak kemarau hampir tiga bulan ini cukup luar biasa. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Jajang, saat ditemui di lokasi pertanian, Kamis (4/7).
Dia menjelaskan, yang paling dirasakan saat musim kemarau ini adalah biaya tanam atau produksi yang meningkat dari sebelumnya. Sebab, selain harus mengeluarkan biaya untuk bibit sayuran dan membayar upah petani, dirinya pun harus mengeluarkan uang tambahan untuk pasokan air agar sayurannya tetap bisa tersirami.
”Sekarang kan beli air buat nyiram aja sampe 50 kubik untuk luas lahan tiga hektare. Ibaratkan, kalau lagi hujan biaya produksi hanya Rp 50 juta, sekarang bisa sampai Rp 80 juta. Jadi balik modal juga udah Alhamdulillah,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, jika dimusim hujan biasanya bisa memanen sayuran rata-rata 50-80 ton dari setiap hektare, maka dimusim kemarau ini, ia hanya bisa memanen sekitar 20-25 ton per hektare sayuran.
”lahan saya ada tiga hektare. Kalau ibaratkan tomat, biasanya bisa panen sampa 80 ton per hektare, sekarang hanya 25 ton,” ungkapnya.
Dampak lainnya akibat musim kemarau ini, lanjut Jajang, ada penurunan kualitas sayuran yang ditanam. Contohnya, kembang kol yang biasanya dipanen ketika musim hujan bobotnya bisa mencapai 2 kilogram (kg), namun saat kemarau ini hanya maksimal 1 kg.
”Kalau kering ini memang menurun kualitasnya. Karenakan kan pengairannya kurang. Jadi biasanya para petani akan mengosongkan lahahnnya sementara waktu, daripada dipaksakan malah jadi rugi,” tandasnya.
Terpisah, Rina Rosdiana, perwakilan Sarjana Membangun Desa (SMD) di Kelurahan Cipageran mengatakan, warga yang berprofesi sebagai petani di wilayahnya itu cukup banyak. Namun jika lahan taninya dikosongkan, biasanya warga memilih kerja serabutan.