Kantong Plastik Berbayar Dianggap Menyesatkan

JAKARTA – Penerapan kantong plastik berbayar mulai diberlakukan kemarin, Jumat (1/3).

Kebijakan yang dikeluarkan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) itu, dianggap menyesatkan. Karena sesungguhnya selama ini kantong plastik memang tidak gratis.

Kebijakan kantong plastik berbayar, Rp200 per kantong, mendapat sorotan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi. Dia menilai kebijakan Aprindo menyesatkan.

“Istilah Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG), sebagaimana kata Aprindo, adalah menyesatkan. Sebab sesungguhnya memang tidak ada kata gratis untuk kantong plastik. Karena semua biaya operasional pelaku usaha sudah dimasukkan dalam cost yang dibebankan pada konsumen lewat harga yang harus dibayar,” ujar Tulus Abadi dalam keterangan persnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Grup Jabar Ekspres, Jumat (1/3).

Menurut Tulus Abadi, penerapan plastik berbayar tidak akan efektif untuk mengurangi penggunaan kantong plastik oleh konsumen. Pasalnya nominal Rp200 per kantong tidak akan menggangu daya beli konsumen.

“Sekalipun konsumen dengan 5-10 kantong plastik saat belanja, konsumen hanya akan mengeluarkan Rp1.000-Rp2.000. Sebuah angka nominal yang tidak signifikan,” kata Tulus Abadi.

Solusinya, kata Tulus Abadi, untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, salah satunya telah mengantongi izin SNI.

“Seharusnya yang dilakukan Aprindo terkait kantong plastik lebih progresif lagi, yakni menggunakan kantong plastik ber-SNI, sesuai rekomendasi oleh BSN dan KLHK, yakni kantong plastik yang mudah terurai oleh lingkungan,” ucap Tulus Abadi.

Diakui Tulus Abadi, masifnya penggunaan kantong plastik memang sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah seharusnya pemerintah, pelaku usaha, produsen dan konsumen bersinergi untuk secara radikal mengurangi penggunaan kantong plastik.

“Seharusnya masalah ini menjadi kebijakan dan gerakan nasional yang radikal oleh pemerintah pusat, bukan terfragmentasi secara sporadis di masing-masing daerah. Ini menunjukkan pemerintah, seperti KLHK, Kemendag, Kemenperin belum ada keseriusan, alias masih memble, untuk menyelamatkan pencemaran oleh sampah plastik,” tutur Tulus Abadi.

“Dan seharusnya bukan hanya menyasar retailer modern saja, tetapi pasar-pasar tradisional, misalnya dimulai dari PD Pasar Jaya,” tambah Tulus Abadi.

Tulus Abadi juga mengingatkan Aprindo untuk tidak hanya fokus pada pembungkus plastik saja, melainkan juga harus mencari solusi pembungkus plastik untuk kemasan makanan, minuman, dan kosmetik.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan