Nilai Luhur Bangsa Terkikis

JAKARTA – Jelang penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) yakni April 2019 mendatang, nilai-nilai luhur bangsa dinilai kian terkikis. Dikarenakan banyaknya ujaran kebencian, penyebaran berita bohong membuat masyarakat antipati.

Isu sara pun juga kerap digoreng. Bukan tanpa alasan, karena dinilai lebih seksi dan lebih membekas di masyarakat. Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata di Jakarta, baru-baru ini.

Dalam surveinya yang dilakukan terhadap mahasiswa di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat mengenai Ancaman Pemilu 2019 yang meliputi Pancasila, Hoaks dan Toleransi. Salah satu hasil rilisnya menyebut mayoritas responden percaya bahwa ujaran kebencian akan memecah belah masyarakat. Tak hanya itu, responden juga percaya toleransi kian melemah di negeri ini.

”Ada 60 persen mahasiswa merasa ujaran kebencian akan memecah belah bangsa. Bahkan mahasiswa di Banten merasa toleransi kian melemah. Namun berita baiknya, para milenial masih percaya dan meyakini bahwa keutuhan Bangsa Indonesia masih bisa dipertahankan di tengah ancaman isu SARA dan Hoaks,” ujarnya.

Sementara itu, pemaparan lain disampaikan, Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Daniel Zuchron menyebutkan, politik uang dan isu SARA menjadi ancaman nyata Pemilu.

Dia pun menyebut, toleransi bukan lagi soal narasi atau wacana. Sehingga harus diimplementasikan untuk menjaga keutuhan bangsa. ”Di era tsunami informasi saat ini, negara harus mencerdaskan bangsa agar tidak tersesat dalam belantara digital, bila terus dibiarkan perpecahan akan terjadi,” tukasnya.

Hal senada diungkapkan Kapuspen Kemendagri Bahtiar. Dirinya menyebutkan bahwa tingkat pendidikan politik dan kemampuan masyarakat dalam melakukan penalaran, kemampuan memilih dan memilah informasi sangat dipenting dirawat.

”Masyarakatlah yang menjadi sumber pertahanan utama dalam menangkal dan mencegah berkembangnya hoaks atau berita bohong,” tuturnya.

Bahtiar menggaungkan pentingnya membangun budaya literasi, budaya gemar membaca menjadi kian penting digalakkan agar masyarakat terus mengasah dan menambah ilmu pengetahuan, meningkatkan kecerdasan publik dalam menerima dan mengolah berbagai informasi, arif bijaksana dalam merespon berbagai dinamika yang kehidupan masyarakat saat ini.

”Dan paling penting adalah kita semua harus memiliki kesadaran sebagai warga bangsa sehingga tidak mudah diombang-ombingkan dan tidak mudah hanyut dalam sensasi berita bohong (hoaks). Dan hoaks adalah kejahatan dalam demokrasi,” tandasnya. (khf/fin/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan