“Kalau di hari Sabtu dan Minggu, itu kan hari libur. Jadi ya tidak perlu cuti. Dan sah-sah saja melakukan kampanye,” ujarnya.
Bahkan menurutnya, pemahaman di hari kerja itu yaitu selama dalam batas waktu bekerja. Setelah jam kerja usai, diperbolehkan kampanye. Hanya saja, bagi kepala daerah dan atau pejabat publik memiliki etika yang harus dijaga. “Kalau bisa, ya jangan lah. Etikanya kurang pas kalau setelah pulang meski di luar jam kerja,” pungkasnya.
Dia menambahkan, kampanye setelah pulang kerja diperbolehkan dengan catatan kepala daerah diundang atas nama pribadi, bukan sebagai pejabat.
Menanggapi hal itu, pria yang akrab disapa Kang Emil tersebut mengatakan siap diperiksa. Hanya, ia merasa tidak ada aturan yang dilanggar dalam kegiatan tersebut. “Jadi saya dilaporkan ke Bawaslu, pertanyaan saya, jika dipanggil saya akan hadir gak ada masalah bentuk ketaatan kepada negara. Pertanyaannya sederhana itu yang melaporkan tolong sebutkan pelanggaran hukumnya apa? Kan melaporkan itu kalau diduga ada pelanggaran hukum atau aturan,” ujarnya seperti dikutip Kompas.com.
Pria yang akrab disapa Emil itu mengatakan, kegiatan itu digelar pada hari libur, tepatnya pada Minggu 2 November 2018. Ia pun tak menggunakan fasilitas negara saat hadir dalam acara itu. “Saya ini melaksanakan kegiatan selalu taat aturan. Aturan membolehkan pejabat negara melakukan aktivitas politik di akhir pekan Sabtu Minggu. Saya datang ke acara PKB itu di hari Minggu. Sekali lagi, melanggar aturan atau tidak? Tidak. Karena sudah konsultasi, secara aturan, naik mobil juga pribadi, naik Kijang bukan mobil dinas,” katanya.
Adapun soal pose satu jari, sambung Emil, itu merupakan simbol nomor urut partai. “Jadi acaranya PKB jari saya itu simbolnya PKB, kalau Pak Jokowi jempol kalau tidak salah,” ucapnya.
Ia menilai, pelaporan itu cenderung mengada-ngada. Sebab, ia meyakini tak ada aturan yang dilanggar. “Jadi saya balikin, tolong sebutkan dengan jelas pelanggaran hukum dan aturannya apa. Kalau tidak bisa jawab ya berarti melaporkannya itu asal melaporkan karena tidak ada dasar hukumnya. Demokrasi ini harus pakai akal sehat, kalau memang ada pelanggaran ya kita akui dan sepakati, kalau tidak ya jangan diada-ada. Waktu kita kan bisa dipakai untuk hal lain,” tutur Emil. (and)