Literasi Cerdas Di Era Digital

KATA “literasi” memiliki makna yang luas dan kompleks. Menurut UNESCO, pemaha­man orang tentang literasi sangat dipengaruhi oleh pe­nelitian akademik, institusi, konteks nasional, nilai-nilai budaya dan pengalaman. Education Development Cen­ter (EDC) menyatakan bahwa literasi lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis, namun lebih dari itu, literasi adalah kemam­puan individu untuk meng­gunakan segenap potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam hidupnya. Jadi dapat dipahami secara sederhana bahwa literasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membaca kehidupan, peng­etahuan, dan keterampilan sesorang dalam bidang atau aktivitas tertentu.

Melihat perkembangan li­terasi masyarakat di Indone­sia hingga saat ini tentunya terdapat perbedaan. Konsep literasi pada era modernisasi dengan kecanggihan tekno­logi yang berkembang sangat pesat ini memberikan ba­nyak ruang dan tempat untuk dapat berliterasi. Berdasarkan studi Most Littered Nation In the Word yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan men­duduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat mem­baca. Indonesia tepat berada di bawah Thailand yang be­rada di peringkat ke-59 dan di atas Bostwana yang berada di peringkat ke-61. Padahal, dari segi penilaian infrastruk­tur untuk mendukung mem­baca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa (KOMPAS.COM, Senin, 29 Agustus 2016).

Melihat fakta diatas kita da­pat tahu bahwa begitu kurang budaya literasi pada masy­arakat Indonesia. Dan bukan hal yang mengherankan jika kita sering mendapati sebuah situasi yang hening di per­pustakaan umum, bukan karena dilarang berbicara kencang di dalam perpustakan, namun kerena kurangnya minat membaca di kalangan masyarakat Indonesia.

Pada dasarnya, mungkin banyak orang berpikir bahwa membaca hanya akan men­ghabis waktu dengan per­cuma dan tidak bermanfaat, sehingga mereka berpikir lebih baik melakukan aktivi­tas yang lain dari pada mem­baca, padahal dengan mem­baca kita dapat menambah wawasan serta ilmu pengeta­huan untuk memperkaya intelektual, terutama di era digital ini.

Saat ini, hampir semua orang selalu menyalahkan tekno­logi sebagai penyebab anak tidak mau membaca dan apa­lagi menulis, sehingga budaya literasi semakin luntur di era digital yang marak dengan gawai atau gadget.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan