Lahan Jagung Terancam Punah

CICALENGKA – Keberadaan lahan pertanian jagung di desa Margaasih Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung konsisinya kini sangat memprihatinkan. Sebab, hektaran lahan yang digarap kelompok tani (poktan) kini akan beralih fungsi menjadi komplek perumahan.

Didin, 50, anggota kelompok tani Nurkam kampung Cantel Desa Margaasih Cicalengka mengaku, kelompok tani yang tempatnya bernaung kini teramcam bubar setela lahan yang garap seluas 25 hektar di jual oleh pemiliknya kepada pengembang perumahan.

Dia mengatakan, lahan garapan ini oleh petani biasanya di tanami komoditas jagung kikil.  Namun, adanya program pembangunan perumahan yang digalakan pemerintah. Lahan pertanian kini banyak yang di jual untuk proyek perumahan.

“Masyarakat lebih memilih menjual tanahnya ketimbang menanaminya dengan komoditas pertanian,”  ungkap Didin.

Dia mengatakan, masalah alih fungsi lahan pertanian sebetulnya sudah berlangsung lama. Bahkan, sebagian besar tanah-tanah di kampung tersebut sudah menjadi hak milik orang lain.

“Kebanyakan tanah warga sudah di jual ke orang Bandung, dan masyarakat jadi penggarap saja,” kata dia.

Didin mengakui, sejak datangnya musim kemarau produktivitas jagung mengalami penurunan yang sangat drastis. Sehingga, kelompok tani memutuskan untuk berhenti menanam jagung.

Kendati begitu, bentuk bantuan dari pemerintah untuk bibit dan lainnya sudah ada, namun belum dapat di tanam karena kondisi lahan pertanian mengalami kekeringan. Akibatnya, petani hanya diam dan menunggu hujan turun.

“Kita nunggu musim hujan saja untuk mulai menanam jagung, bibit pun belum diberikan kepada anggota kelompok tani,” ungkapnya.

Walau demikian, ada sedikit harapan di kelompok taninya untuk tetap bertahan. Sebab, ada sumber mata air yang tak pernah surut kalau musim kemarau tiba. “Di lahan kita ada sumber mata air yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian,” katanya.

Namun, sumber mata air tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Baru sebagian lahan persawahan saja yang dapat memanfaatkannya. “Kalau untuk sawah-sawah masih dapat terairi dengan sumber mata air tersebut. Kalau untuk perkebunan air perlu ditarik keatas karena posisinya berada di bawah,” tukas Didin.  (mg3/yan)

Tinggalkan Balasan