Plus-Minus Persepsi Publik

Ditempat berbeda, Pengamat Politik sekaligus Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran Bandung, Muradi menuturkan posisi Jawa Barat akan memiliki  nilai strategis baik oleh Joko Widodo maupun Prabowo Subianto, dan diprediksikan akan berlangsung seru dan bergantung pada empat hal ini yakni; pertama, sejauh mana petahana mampu menegaskan capaian-capaian pembangunan di Jabar.

”Maka dukungan akan mengarah kepada petahana. Sejauh ini pembangunan infrastruktur di jabar dinilai berhasil dan memudahkan arus orang dan barang. Kedua, soal kampanye hitam berkaitan dengan program pemerintah utamanya soal isu asing dan aseng serta isu soal bernuansa SARA dan ketiga, komitemen kebangsaan dari masing-masing pasangan calon serta timsesnya,” tuturnya.

Sejauh hal tersebut tetap terjaga jelas Muradi, dan perdebatan antar calon berada dalam ruang lingkup program yang ditawarkan. Maka peluang untuk memanfaatkan isu keagamaan akan redup dengan sendirinya.

”Kemudian, keempat, tren dan isu politik yang berseliweran di media sosial maupun media umum lainnya menjadi penegas model kontestasi yang akan terjadi, apakah beradu program atau sekedar kampanye hitam,” jelasnya.

Menurut Muradi, sejak Pemilihan Umum 1955 hingga Pemilihan Gubernur 2018, pemilih di Jabar memang memiliki karakter yang unik dan tidak serta merta dapat diprediksi arah pijakan pilihannya. Hal ini disebabkan karakter budaya politik orang Jabar yang memang memiliki karakter yang tidak terlalu kuat, baik pada figur maupun pada parpolnya.

”Ini yang membuat posisi politik Jabar, di satu sisi dianggap strategis karena populasi pemilihnya besar, namun di sisi lain, pemilih di jabar ini sulit untuk diarahkan pada satu pijakan politik tertentu,” katanya.

Hal ini bercermin dari perbedaan antara pemenang Pemilihan Legislatif dengan pemenang pada Pemilihan Kepala Daerah atau Presiden yang cenderung berbeda, baik untuk tingkat nasional maupun di Jabar sendiri sejak pilkada langsung tahun 2008, 2013 dan 2018.

”Artinya meski memiliki jumlah pemilih besar, namun pemilih di Jabar tidak cukup mudah diarahkan untuk memilih kepada calon atau partai tertentu (dalam hal ini konteks Pemilihan Presiden 2019),” terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan